Pasca tumbangnya pemimpin otoriter Ben Ali dan Mubarak dari pucuk pimpinan dua negara kawasan Afrika utara, menginspirasikan rakyat negara-negara lain yang bertetangga untukmelakukan hal yang sama menuntut reformasi pemerintahan negaranya. Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan seorang teman tentang isu demo di Saudi Arabia yang disebar melalui internet dan situs jejaring sosial. Ajakan demonstrasi menentang kepemimpinan Abdullah Al Saud tak mendapat banyak tanggapan serius dari rakyat Negara tersebut. Isu yang dihembuskan akan terjadi demo besar-besaran tanggal 11 Maret 2011 lalu tak banyak menyedot perhatian masyarakat. Menurutnya kota-kota besar justru lengang dan tak tampak kerumunan massa, di sudut-sudut kota dan tempat-tempat strategis justru banyak polisi yang berjaga dan sesekali memeriksa kendaraan yang melintas. Hanya di kota Dammam yang dikabarkan ada riak unjuk rasa yang masih menurutnya berasal dari kelompok minoritas Syiah yang menginginkan pemerataan terhadap hak-hak mereka. Namun dapat dibubarkan oleh polisi.
Secara geografis Negara ini dikelilingi oleh negri-negri yang tengah bergolak. Di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Yaman yang pada hari Jum'at lalu terjadi bentrokan paling berdarah menuntut lengsernya Ali Abdullah Saleh presiden yang sudah berkuasa selama 32 tahun berturut-turut di Negara itu. Surat kabar online berbahasa Inggris Aljazeera menyebutkan ada sekitar 52 orang meninggal pada bentrokan hari itu setelah beberapa orang yang tak dikenal dan ditengarai sebagai polisi, menembaki para demonstran dari atas gedung di ibu kota Sanaa. Masih menurut Koran tersebut, dilaporkan juga sekitar 200 orang terluka dan kritis pada demonstrasi Jumat yang terjadi di kota-kota Taiz, IBB, Hodeidah, Aden, dan Amran. Mereka menyebut penyerangan itu sebagai "Massacre" atau "pembantaian".
Di sebelah barat, Arab Saudi berbatasan langsung dengan laut merah yang menghubungkannya dengan Mesir yang masih berbenah politik setelah turunnya Mubarak pertengahan bulan lalu. Selain Tunisia yang menjadi pemicu, Ada Libya yang kian memanas karena keangkuhan Khaddafi yang enggan turun tahta, bahkan menggunakan pesawat tempurnya untuk membantai rakyat sendiri.
Jordania sebagai Negara yang berbatasan langsung dengan utara Arab Saudi tidak banyak terdengar isu revolusi, namun bukan berarti Negara tersebut tak terpengaruh dengan maraknya tuntutan reformasi Negara-negara Arab. Walaupun tak massif, di ibu kota Amman tepatnya di taman 4th circle, menurut seorang kawan yang kuliah di sana, ada juga kerusuhan karena bentrokan antara anti dan pro pemerintah pada tanggal 28 Januari lalu.
Di timur Arab Saudi ada Bahrain yang tersulut revolusi menuntut reformasi di Negara yang dipimpin oleh Syaikh Hamad Al Khalifa. Revolusi disini memiliki sedikit perbedaan bila dibandingkan dengan negara-negara arab lainnya, yaitu demografi populasi dan ideologi masyarakat negara ini. Sekitar 70% penduduk Bahrain bermadzhab Syiah, sementara kekuasaan dipimpin oleh keluarga yang bermadzhab Sunni. Walaupun secara ekonomi Bahrain lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang "memanas" diatas, namun gejolak terjadi lebih cenderung karena faktor ideologis. Kabarnya pemerintah Arab Saudi juga mengirimkan bantuan meliter untuk meredam unjuk rasa di Bahrain.
Mengapa Arab Saudi sejauh ini masih tak bergeming dengan panasnya revolusi Negara-negara tetangganya..? Ada banyak faktor, diantaranya gejolak di Negara-negara Arab, khususnya dipicu oleh lamanya seorang pemimpin berkuasa, korupsi, pengangguran, mahalnya harga barang-barang kebutuhan serta sulitnya lapangan pekerjaan. Raja Abdullah Al Saud yang berkuasa sekarang naik tahta menggantikan mendiang saudara tirinya Fahd Al Saud sejak Agustus 2005. Dia dikenal rakyatnya sebagai raja yang humanis, sehingga muncul julukan "Al Malik Al Insani. Konon pada awal jabatannya dia banyak melakukan perubahan bidang politik dan pendidikan. Tak kurang sebuah Universitas berskala internasional didirikan di kota Jeddah. Dialog terbuka yang tak pernah ada pada masa pendahulunya, mulai dirintis sejak kepemimpinannya. Di negeri yang mendominasi suplai minyak dunia ini, hampir dipastikan tak ada kekurangan pangan, bahkan kabarnya kambingpun makan roti. Kesejahteraan rakyat nampaknya jauh dibandingkan dengan Negara-negara Arab di kawasan Afrika utara. Kalaupun toh nantinya ada gejolak hampir bisa diprediksikan karena faktor-faktor ideologi "syiah-wahabi" atau lainnya.
Arab Saudi adalah Negara Monarki Absolut tanpa parlemen dan tidak mentolerir pertentangan. Agen intelijen dalam negeri yang dikenal dengan sebutan "Mubahits Jina'iyah" disebar diseluruh pelosok negeri untuk memantau setiap gerakan kejahatan, termasuk penentangan terhadap pemerintah. Rakyat tak berani mengkritisi pemerintahnya karena bisa saja terdengar oleh mubahits yang tak bisa dibedakan antara rakyat biasa atau petugas negara.
Pemerintah melarang berdirinya kelompok atau organisasi dalam bentuk apapun yang sifatnya Non government, taruhannya terlalu besar jika ternyata diketahui keberadaan kelompok yang anti terhadap pemerintah. Bahkan demonstrasi yang tidak terorganisir di Negara ini dihukumi "haram" oleh mufti Wahabi.
Sebagai kerajaan monarki bisa dipastikan pemegang jabatan-jabatan tinggi adalah keluarga raja, Sebagian besar gubernur dan para mentri adalah keluarga Al Saud dan didukung sepenuhnya oleh ulama Wahabi yang turut andil dalam pembentukan Negara ini 79 tahun yang lalu. Mereka menduduki pos-pos penting dalam pemerintahan.Mereka menjadi power status quo yang dengan tegas akan menolak setiap pertentangan..
Selain dari faktor-faktor di atas, ternyata Abdullah sudah melakukan langkah-langkah antisipatif untuk meredam gejolak yang dicurigai dihembuskan oleh aliansi-aliansi yang tidak mengikat. Sekembalinya dari luar negeri karena perawatan medis, selain membebaskan tahanan politiknya, dia mengeluarkan dana tak kurang dari $ 37 milliar untuk diberikan pada rakyatnya termasuk kenaikan gaji 15% merata pada pegawai negrinya.
Gaji PNS Indonesia bakal menyusul naik tanpa harus revolusi..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H