Mohon tunggu...
Hanif Ys
Hanif Ys Mohon Tunggu... wiraswasta -

Anak seorang petani yang tak punya sawah untuk digarap. Terengah-engah belajar mandiri dan berusaha untuk menjadi diri sendiri. Site : http://www.hanifinfo.tk

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Harus Perangi "Odyssey Dawn"

28 Maret 2011   12:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:21 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serangan pasukan koalisi ke Libya terus menuai kecaman dari negara-negara lain. Serangan yang justru ditentang oleh sebagian anggota Dewan keamanan PBB yang awalnya abstain, justru banyak menimbulkan jatuhnya korban rakyat sipil.  China dan Rusia menolak pengerahan meliter dalam hubungan internasional. Liga Arab yang sebelumnya juga mengiyakan keberadaan pasukan koalisi, kini keberatan dengan pengerahan meliter ke wilayah kekuasaan Khaddafi. Kecaman juga datang dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Afrika. Mereka menilai serangan AS dan sekutunya itu berlebihan. Mereka mendesak penghentian segera semua serangan ke Libya mengingat korban yang jatuh justru rakyat sipil yang harus dilindungi. Dengan dalih "pengawalan" mandat Dewan Keamanan PBB 1073, pasukan sekutu dengan membabi buta melancarkan operasi " Odyssey Dawn" yang nampaknya kebablasan dan tidak proporsional. Alih-alih HAM ditegakkan dengan diberlakukannya zona larangan terbang di wilayah tersebut, malah banyak warga sipil yang menjadi korban keangkuhan sekutu tanpa pertimbangan sekuritas yang detail.

Anders Fogh Rasmussen, Sekretaris Jendral NATO pada Aljazeera mengatakan "Our goal is to protect civilians and civilian-populated areas under threat from the Gaddafi regime" sebenarnya hanyalah kedok belaka untuk menutupi keculasan sekutu untuk tujuan-tujuan tertentu.  Serangan ini bukan semata untuk menjatuhkan rezim berkuasa Khaddafi yang telah berkuasa selama 42 tahun atau melindungi keberadaan rakyat sipil dari tekanan rezim ini,  tapi juga untuk mengalihkan issu dan krisis dalam negeri negara sekutu. Prancis misalnya berusaha menutupi isu dugaan penggelapan pengadaan senjata antara Sarkozy dengan presiden Pakistan yang ditengarai ada suap dan menjadi sorotan media akhir-akhir ini. Sementara di Italia, Perdana mentri Silvio Berlusconi disibukkan dengan kasus skandal seks bersama perempuan di bawah umur asal keturunan Maroko ber­nama Karima El Mahrough. Di negara ini menyewa pelacur memang dibenarkan menurut undang-undang, namun berkencan dengan wanita di bawah umur adalah sebuah pelanggaran hukum.

1301309802509548800
1301309802509548800
Disamping upaya pengalihan issu diatas, NATO rupanya ingin mempertontonkan kecanggihan alutsista-nya pada dunia. Expose media tentang operasi   " Odyssey Dawn"  ini bisa menjadi Free advertisement mereka untuk menjual keunggulan jet tempur  serta pengujian kecanggihan peralatan perangnya. Tentu saja faktor lain sebagaimana banyak pengamat mengatakan bahwa negara koalisi haus dengan minyak di Libya yang mampu memproduksi minyaknya mencapai 1,6 juta barel per hari dan di peringkat 12 dunia, 85% diantaranya diekspor ke Eropa. Lalu jika bukan karena kepentingan-kepentingan tersembunyi tersebut, dimana keberadaan mereka saat perang saudara dan genosida di Rwanda serta tragedi kemanusiaan di Somalia? Atau saat agresi meliter Israel di Jalur Gaza?. Mana kepedulian mereka terhadap krisis politing Pantai Gading? Karena tidak memiliki urgensi ekonomi dan politik tentu mereka memilih diam dari pada repot-repot menanggung high cost dalih kemanusiaan.

Bagaimana pemerintah menyikapi kasus ini? Menurut Mentri Luar Negeri Marty Natalegawa seperti dilansir harian Kompas mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa segera mengambil langkah lanjutan yang konkret dan tegas untuk menghentikan seluruh aksi kekerasan bersenjata dan serangan militer Libya, baik oleh kelompok pro maupun anti-Moammar Khadafy, serta pasukan koalisi dan NATO. Tapi langkah kongkrit seperti apa yang bisa dilakukan pemerintah?  tentu  bukan sekedar "mengawal" tapi justru memerangi kerakusan yang tersembunyi. Perang dalam arti mengambil peran penting dalam membangun stabilitas dan keamanan dunia seperti dimandatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". Melaksanakan tentu saja bukan hanya menonton, tapi harus terlibat aktif dalam membangun kedamaian.

Indonesia belum tegas untuk mengambil peran melaksanakan ketertiban dunia. Ironisnya diplomasi luar negeri kita masih terlalu lemah untuk melakukan pressure atau harus menentang keputusan sekutu menyerang Libya. Padahal sebagai negara yang memiliki populasi muslim terbesar dunia (The world's most populous Muslim nation) seharusnya memiliki wibawa dan bisa menempatkan diri pada posisi tawar yang lebih tinggi, bukannya "KINTIR" dengan mainstream negara barat.

Keharusan untuk tidak hanya menjadi penonton dan harus bertindak lebih aktif lagi dalam menyikapi krisis Libya dan Timur Tengah secara umum, adalah keniscayaan. Mengingat kepentingan dalam negeri Indonesia akan banyak terpengaruh bila revolusi bersenjata ini tak kunjung usai. Ketidak-stabilan kawasan akan berpengaruh besar bagi ekonomi Indonesia, dimana tujuan ekspor non migas Indonesia ke Timur Tengah adalah tujuan kedua setelah Jepang yang belum pulih pasca Tsunami. Jika ada instabilitas  di kawasan tujuan ekspor atau sekitarnya, tidak hanya berdampak pada kenaikan harga, tapi juga menaikkan cost yang tentu saja mempersulit ekspor non migas Indonesia ke negara-negara tujuan-khususnya Timur Tengah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun