Juli 2023. Darurat, TPA Piyungan Jogja penuh, TPA tutup 45 hari ! Duh, mau dibawa ke mana sampahnya ? Tak peduli spanduk 'Dilarang buang sampah di sini', manusia terpelajar jadi buta huruf dan buta hati. Sampah liar sporadis tak terkendali. Tak jauh beda, kini TPA Sarimukti Bandung membatasi kuota sampah. TPA penuh !
El Nino 2023 punya imbas, setidaknya terjadi kebakaran di 9 TPA di Indonesia. Sisa makanan dan residu yang terperangkap plastik menghasilkan karbon dioksida, metan, amoniak, dan sulfur. Plastik yang mudah terbakar berkolaborasi dengan terik mentari dan gas metan merubah percikan api jadi ledakan dan kebakaran. Asap karsinogen pun mengudara.
Uniknya, dari bayi sampai lansia, manusia selalu menghasilkan sampah. Sebutlah popok sekali pakai, pembalut, bungkus kemasan produk (sachet, botol, plastik, stereofoam), barang rusak, hingga alat-alat sekali pakai. Nah, makin tinggi tingkat ekonomi, makin banyak sampahnya. Tapi, manusia tak suka sampah. Boleh dicek, tiap rumah punya kantong trash bag, sayang mayoritas isinya masih campur baur.
Ubah 'Buang' Jadi 'Kelola' Sampah
Ternyata, jargon 'Buanglah sampah di tempat sampah' ternyata punya konotasi negatif. Boleh nyampah, asal tidak di tempat saya, as long as not in my backyard. “Lha saya sudah bayar iuran sampah bulanan. Kok sampah nggak diangkut juga ?”
Nah, mayoritas sampah di Indonesia masih bersistem open dumping, landfill. Sampah hanya bergeser dari satu tempat menjadi gunungan di TPA. Padahal sampah punya energi. Sampah bisa jadi manfaat, dengan prasyarat: DIPILAH. Keprihatinan ini membuat kami ingin melakukan sesuatu. Yuk ke tempat kami, ke rumah kecil di pinggiran ibukota!
Mulai dari Hulu
Mengelola sampah musti dimulai hulu, yakni meminimalisir munculnya sampah :
Pertama, Berfikir ulang sebelum belanja (rethink) memilih barang awet berkualitas, meski mahal di awal, agar tidak cepat nyampah.
Kedua, Mengurangi konsumsi (reduce) atau mengganti dengan produk lain (replace) dan dengan kemasan pakai ulang (reuse).