Mohon tunggu...
Hanin Septina
Hanin Septina Mohon Tunggu... lainnya -

i'm a dreamer..creating my future..fight!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Garuda Menangis

11 April 2012   23:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Garuda Menangis

2012 banyak nama di blow up di media massa. Bahkan sejak 2011 partai-partai sudah mulai menawarkan tokoh-tokoh yang akan mewakili pemilihan presiden dan wakilnya.  Euforia perebutan kursi pemimpin.

Harapan Rakyat : Mendapatkan Pemimpin yang Menyejahterakan Rakyat.

Harapan Partai : Mendapatkan Keuntungan dari Calon yang dicalonkan.

Pemimpin tidak sebatas pada dirinya sendiri, karena berbicara pemimpin juga bicara yang dipimpin. Untuk di negeri tercinta sendiri, belum ada pemimpin yang bisa menjinakkan berbagai partai yang haus itu.

Pemimpinnya sekarang bukan yang duduk di Kursi Pemimpin, namun sekarang Sistem lah yang memimpin negeri Indonesia tercinta.

Kepercayaan rakyat kepada mereka yang disebut pemimpin sudah mulai memudar. Nasionalisme perlahan terkikis. Pemberitaan media tentang korupsi, hukum yang dibeli, kasus-kasus yang tidak terselesaikan menambah ketidakpercayaan publik.

Negeri ini seakan tak pernah mengenal pancasila. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya, seakan hanya menjadi teori saja. Lambang Garuda yang terpampang di Gedung DPR/MPR, Istana Negara hanya simbol belaka.

Filsafat Pancasila yang diajarkan sejak Sekolah Dasar hingga Perguruang Tinggi seakan tidak berguna.

Garuda menangis menyaksikan konspirasi busuk yang terjadi di Gedung Kehormatan oleh orang-orang terhormat.

Ah, kita tidak bisa menyamaratakan semuanya. Pastilah diantara mereka yang jumlahnya 500 itu masih ada yang benar-benar menjunjung tinggi nilai Pancasila. Nilai agama, nilai moral, nilai estetika, nilai etika yang terkandung didalamnya tidak mengalir di setiap aliran darah mereka, para pemimpin.

Lagu kebangsaan yang dikumandangkan hanya sebagai formalitas belaka. Perjuangan para pahlawan, setiap tetes darah yang tumpah untuk memperjuangkan kebebasan hanya menjadi bagian sejarah saja.

Semuanya berlomba-lomba untuk 2014. Janji-janji kemajuan bangsa ditawarkan.

Pencitraan diri yang baik dimata rakyat adalah modal utama untuk menduduki kursi tersebut.

Setiap Pemimpin Negeri ini, sejak zaman Bung Karno hingga Bapak Susilo Bambang Yudhoyono telah mencetak sejarahnya masing-masing.

Seperti di film-film pahlawan, rakyat menunggu dan menunggu datangnya sosok yang bisa menurunkan hujan ditengah kegersangan yang sudah berjalan lama.

Mimpi-mimpi pahlawan masa lalu terwariskan seharusnya kepada mereka yang duduk di Kursi Pemimpin tapi sepertinya mereka hanya menganggapnya sebuah lelucon.

Rakyat sudah pesimis. Hujatan terhadap pemerintah, Kritikan terhadap pemerintah.

Budaya-budaya luhur yang ditanamkan nenek moyang mulai hilang. Kebingungan Bangsa akan menentukan langkah menyebabkan ketidakpastian dalam setiap keputusan.

CALON PEMIMPIN BANGSA INDONESIA HARUS BELAJAR SEJARAH. Membuka kembali buku-bukunya saat dibangku sekolah. Sejak zaman Majapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai hingga sekarang. Mengambil pelajaran di setiap jejak pemimpin masa lalu.

Saatnya membuka lembaran baru. Saatnya rakyat berperan aktif memajukan Indonesia. Bukan saatnya mengeluhkan tingkah polah Petinggi Negara, karena tidak ada gunanya. Terutama generasi muda dan generasi mendatang. Seharusnya kesadaran itu sudah dimulai sejak sekarang. Kesadaran akan Indonesia yang membutuhkan persatuan dan kesatuan rakyat-rakyatnya. Saatnya mencetak pemimpin masa depan yang berkualitas. Saatnya menciptakan pemikiran dan pandangan baru untuk mengelola Indonesia. Saatnya mengubah pola pikir negatif menjadi optimis. Pesimis menjadi Optimis. Saatnya bersatu padu bukan saling menghancurkan, karena kita satu, Indonesiaku. Indonesia kita.

Tidak ada pemimpin yang sempurna. Yang ada hanya pemimpin yang ideal. Setiap manusia pasti memiliki sisi gelap dan sisi terang. Hanya, terkadang Rakyat belum bisa menerima seutuhnya. Rakyat hanya menerima sisi terang seorang Pemimpin.

Tuhan yang menakdirkan siapa yang kelak duduk di Kursi itu. Tuhan pula yang benar-benar tahu sesuatu yang tersembunyi dalam benak manusia.

Bangkitlah Indonesia!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun