Harapan terbaik di tahun ini akhirnya muncul. Dikabarkan, Pemerintah Indonesia sedang serius berhubungan dengan beberapa negara untuk menjamin ketersediaan vaksin Cobid-19.Â
Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah sedang berusaha agar vaksinasi bisa dilakukan bulan depan, November 2020. Kementerian Kesehatan selaku perwakilan pemerintah bersama BPOM dan Biofarma mendatangi tiga produsen vaksin yaitu Cansino, G42/Sinopharm dan Sinovac. Ketiga perusahaan ini dipilih karena vaksin mereka sudah masuk tahap akhir dalam uji klinis, yaitu tahap ketiga.
Dalam tahap tersebut, mereka tengah memroses Emergency Use Authorization (UEA) dari sejumlah negara. Cansino sedang menjalankan tahapan uji klinis terakhir di Tiongkok, Arab Saudi, Rusia dan Pakistan. G42/Sinophram sedang menjalankan tahap tersebut di Tiongkok, Uni Emirat Arab (UEA), Peru, Maroko, dan Argentina. Yang terakhir, Sinovac, menjalankan uji klinis tahap ke-3 ti Tiongkok, Indonesia, Brazil, Turki, Banglades, dan Chile.
Dari sekian negara tersebut, baru Tiongkok yang telah memberikan Emergency Use Authorization kepada ketiga perusahaan tersebut pada Juli 2020 yang lalu. Meski demikian, perusahaan-perusahaan tersebut memiliki kemampuan produksi yang berbeda-beda. Cansino mambu menghasilkan 100 ribu vaksin untuk satu kali vaksinasi per orang (single dose) di bulan November 2020. Pada tahun 2021, perusahaan ini menyanggupi 15-20 juta vaksin.Â
G42/Sinopharm bersedia menyediakan 15 juta dosis vaksin untuk dua kali vaksinasi per orang (dual dose) tahun 2020 di mana 5 juta dosisnya akan datang pada November tahun 2020 ini. Adapun Sinovac mampu menyediakan 3 juta dosis vaksin hingga akhir tahun 2020 di mana pada minggu pertama November, Sinovac berkomitmen mengirim 1,5 juta dosis vaksin untuk single dose vials. Selanjutnya pada minggu pertama Desember 2020, Sinovac menambahkan 1,5 juta vaksin untuk single dose vials dan 15 juta dosis dalam bentuk bulk.
Pada tahun 2021, Sinopharm berkomitmen menyediakan 50 juta dual dose, Cansino siap dengan 20 juta single dose, dan Sinovac 125 juta dual dose. Terawan Agus Putranto, Menteri Kesehatan, menyampaikan bahwa vaksinasi akan dilakukan secara bertahap di mana tahap awalnya nanti akan dilakukan pada tenaga medis dan para medik, lalu kemudian para petugas pelayanan publik, TNI/Polri, dan tenaga pendidik. Untuk mempersiapkan proses vaksinasi, Kemenkes sudah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan terkait tata cara vaksinasi.
Pelatihan yang dilakukan sejak akhir September 2020 ini juga diperkuat dengan usaha pemerintah memastikan kesiapan fasilitas kesehatan pendukung. Kesiapan fasilitas ini diperlukan agar ketika vaksin tersebut tiba di Indonesia, percobaan di beberapa puskesmas bisa dilakukan. Menyiapkan fasilitas kesehatan ini penting agar layanan kepada publik bisa dilakukan dengan cepat dan sampai ke sasaran utamanya. Puskesmas yang hadir di akar rumput masyarakat perlu diberdayakan agar mampu menjadi palang pintu utama kesehatan masyarakat.
Mendengar kabar dari luar negeri seperti ini tentu membuat kita berbahagia. Namun akan bahagia lagi bila putri/putra Indonesia sendiri juga mampu memproduksi antivirus tersebut. Ketika 'Anti Virus Corona Eucalyptus' Kementerian Pertanian dan serum anti COVID-19 dari Hadi Pranoto dikategorikan sebagai obat Corona yang menipu, kita bertanya apa kabar Obat Corona, kombinasi 3 obat, yang diteliti oleh Unair bersama TNI-AD, dan BIN?
Pertengahan bulan Agustus yang lalu kita lihat betapa menggebu-gebunya KSAD Andika Perkasa mempresentasikan proses obat ini. Namun sampai sekarang belum ada kabar baik dari ketiga lembaga tersebut terkait obat yang sedang mereka usahakan. Malah yang muncul di pemberitaan adalah penolakan dari BPOM untuk mengeluarkan ijin edar bagi obat tersebut. BPOM awalnya menilai bahwa obat temuan ketiga lembaga tersebut memiliki masalah dalam uji klinis obat. Selain BPOM, beberapa ahli juga mengatakan bahwa riset ketiga lembaga tersebut tidak transparan.Â
Pandu Riono, Epidemiolog Universitas Indonesia, mengatakan bahwa pengembangan obat virus Unair-TNI AD-BIN belum memiliki registrasi uji klinis di WHO, Badan Kesehatan Dunia. Kritik yang disampaikan oleh para ahli kemudian dijawab oleh Andika Perkasa yang mengatakan bahwa obat tersebut sudah melalui prosedur ilmu pengetahuan yang ketat. Perwakilan dari BIN juga sudah menyampaikan bahwa tidak ada unsur pembohongan publik pada proses pembuatan obat ini.
Menurut Wawan Purwanto, Juru Bicara BIN, sebelum obat ini lolos uji, maka obat ini masih digunakan untuk kalangan sendiri dan tidak diperjualbelikan. Jadi tidak ada unsur penipuan konsumen, kecuali bila obat itu diperjualbelikan sebelum lolos uji.Â