Sejarah Wakaf Produktif
wakaf tanah itu bentuk pertama kali di dalam islam, ada 2 pendapat tentang siapa yg pertama kali mewakafkan tanahnya dalam sejarah islam, pendapat pertama yang melakukan wakaf ialah Rasulullah, beliauu mewakafkan kebun untuk mukhairiq, pendapat kedua yang melakukan wakaf ialah umar bin Khattab atas tanah Khaibar,tanah itu digunakan secara produktif dengan menjadika sebuah kebun buah yang selanjutnya di bagikan kepada fakir miskin, Setelah ituu di ikuti wakaf yang dilakukan para sahabat yang lainnya, seperti oleh imam Ali bin abi thalib, abu thalhah yang mewakafkan tanahnya serta sahabat yang lainya.
Pada masa Mamalik,jenis wakaf semakin meningkat,antara lain wakaf tanah,sawah,dan kebun,serta wakaf pabrik kecil seperti kamar mandi,pabrik tepung,took roti,dan lain sebagainya.
Lembaga Pengelola Wakaf Produktif.
Nazir wakaf produktif.  Meskipun nazir tidak termasuk dalam fuqoha sebagai salah satu  rukun wakaf, namun ia tetap memegang peranan  penting dalam penyelenggaraan wakaf. Padahal harta wakaf adalah benda mati.Oleh karena itu, berharga atau produktifnya tergantung pada administrator atau nazirnya, bukan  pada objeknya. Meskipun banyak wakaf yang  tidak dikelola oleh Nazi, banyak juga wakaf berharga yang dikelola oleh pengelola yang terampil. Nazir secara harafiah berarti wali.
Secara pribadi, selain  syarat-syarat  umum untuk mengadakan akad, yaitu bijaksana, dewasa dan beragama Islam, Nazir juga berpendapat bahwa ada dua syarat penting yang harus dipenuhi agar suatu rezim wakaf bisa baik dan benar. Pelecehan memiliki kualitas keadilan ('adaalah) atau dapat dipercaya. Kedua, nazir harus mempunyai kemampuan  mengelola dan mengembangkan harta wakaf. Ini disebut Kifaya (dalam Fiqih).
Syarat pertama yaitu amanah,dalam bahasa Arab istilah "amana" dapat diartikan sebagai amanah, kewajiban, ketenangan, dapat dipercaya, jujur, setia (Ibnu Manzur, 13/21). Dalam Al-Qur'an, kepercayaan disebutkan dalam beberapa konteks. Pertama, sebagai tanggung jawab pimpinan, sebagai kewajiban atau janji yang harus dipenuhi, dan untuk keadilan pemilik sebagai tanggung jawab. kekuasaan, sebagai kesetiaan terhadap tugas yang dilaksanakan, dan sebagai karakter pribadi yang penuh integritas dan tanggung jawab . Dalam hadits pernikahan, amanah disebutkan dalam konteks kewajiban akad dan suci. Kata dasar "kepercayaan" berkaitan dengan kata "iman" dan "keamanan". Dari pengertian kebahasaan dan tematik Al-Qur'an dan Hadits, amanah dapat dipahami sebagai sikap mental yang mencakup unsur ketaatan pada hukum, tanggung jawab terhadap kewajiban, kesetiaan pada janji, dan keteguhan. Menepati janji, kemurnian tekad, dan kejujuran pada diri sendiri. Sikap mental percaya harus didasari oleh keimanan, dan memberikan rasa aman baik bagi diri sendiri maupun  orang lain.
Budaya amanah adalah perilaku yang didasari oleh ketaatan terhadap moralitas agama, Â moralitas hukum, tanggung jawab vertikal dan horizontal, kejujuran terhadap diri sendiri, dan kesadaran akan akibat dari suatu keputusan. Dalam kehidupan yang rawan materialisme, sifat kepercayaan sering kali dirusak demi kepentingan duniawi, kepentingan materi, dan hal-hal yang bertanggung jawab sering kali terabaikan.Oleh karena itu, penting untuk menumbuhkan perilaku amanah di tempat kerja dengan selalu mensosialisasikan nilai-nilai kepercayaan. Selain mensosialisasikan nilai kepercayaan, perlu adanya pemantauan terhadap kinerja Nazir. Dahulu, para ulama menerapkan aturan pengawasan Nazir Yad al-Nazir Yad al-Amanah sebagai otoritas yang terpercaya dan melakukan pengawasan berdasarkan karakter dan akhlak masing-masing Nazir.
Syarat yang kedua yaitu kifayah. karena wakaf pada hakikatnya adalah pesan keagamaan dan kemasyarakatan, maka sangat logis jika yang diberi kepercayaan mengelola wakaf adalah orang-orang yang mempunyai kesadaran keagamaan yang baik dan menggunakan keyakinan tersebut dalam menjalankan tugasnya. Namun, perkembangan pengelolaan wakaf  berubah dengan cepat, dan akibatnya kaum Nazir sendiri terpaksa melakukan perubahan. Pengelolaan Wakaf Fikaf dan  Produktif Nazir diharapkan bertindak tidak hanya dengan integritas tetapi juga dengan keterampilan bisnis dan prinsip pengelolaan wakaf untuk membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan lainnya akan dilakukan. Nazir perlu meningkatkan keterampilan (kifaya) dan sikapnya untuk mengubah citra mereka dari Nazi tradisional yang hanya peduli pada aset menjadi nazir modern yang berpikir untuk mengembangkan dan menginvestasikan aset untuk tujuan sosial. Kifaya adalah kekuatan dan kemampuan seseorang dalam menunaikan tugasnya sebagai nazir (Ibnu Qudama, 3/393).Dalam kaitannya dengan persyaratan khifaya atau kompetensi,  seorang nazir harus mempunyai pengetahuan di bidang yang digelutinya. Dalam hal ini, ia harus mengetahui berbagai mazhab fikih wakaf. Imam al-Suyuti menjelaskan bahwa orang yang bekerja pada suatu bidang tertentu harus mengetahui segala hukum yang berkaitan dengan bidang tersebut.
Tugas Nazhir Wakaf Prokduktif
Tugas nazir yang paling penting adalah melindungi harta benda wakaf dan menjamin kesejahteraannya. Bahkan persoalan kekayaan harta wakaf diberi bobot lebih. Nazir perlu memikirkan secara serius cara memperkaya aset wakaf. Dalam mendistribusikan keuntungan wakaf, nazir harus memprioritaskan keuntungan yang diperoleh dan mengalokasikannya ke aset wakaf  yang berkembang. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf mengatur bahwa tugas Nazhir adalah:
Sebagai pengadministrasi harta benda wakaf.
Mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai maksud, fungsi dan tujuannya.
Memantau dan melindungi harta wakaf.
Melaporkan pelaksanaan tugas kepada komite wakaf Indonesia.
Pengangkatan Dan Pemberhentian Nazhir
    Penunjukan Nazir sangatlah penting. Tanpa Nazir, harta benda wakaf bisa hilang. Islam melarang orang beriman menyia-nyiakan hartanya.Nabi Muhammad SAW bersabda: "Allah membencimu karena tiga alasan: karena kamu membawa pesan yang tidak jelas, menyia-nyiakan hartamu, dan terlalu banyak bertanya Pengangkatan Nazir merupakan kewajiban yang melengkapi kewajiban lainnya.Absennya Nazir berarti aset Wakaf terancam hilang. Para ahli hukum sepakat bahwa Waqiflah yang berhak mengangkat Nazir.Jika seorang Waqif mengangkat seorang Nazir, maka orang yang ditunjuk oleh Waqif itulah yang berhak menjadi seorang Nazir.Terlepas dari apakah orang yang ditunjuk sebagai Waqif itu adalah saudara atau orang lain atau penerima hasil Wakaf (Mawqf Alai), orang yang ditunjuk sebagai Nazir itu haruslah memenuhi  syarat sebagai seorang Nazir, itu tidak akan terjadi.Apabila wakif tidak menunjuk partai politik tertentu sebagai nazir, atau jika wakif menunjuk partai politik tertentu  tetapi nazir yang ditunjuk meninggal dunia, para ahli hukum berbeda pendapat sebagai berikut: Mazhab Hanafia berpendapat sebagai berikut.Terserah pada wakif, atau penerima manfaat dari wasiatnya, untuk menentukan nazir. Jika pihak yang disebutkan meninggal dunia sebelum waqif meninggal dunia,  maka hak atas Najran kembali menjadi milik Waqif. Jika nazir meninggal setelah waqif meninggal dan tidak meninggalkan wasiat kepada siapa pun selain penggantinya, maka hakim akan mengangkat nazir tersebut.
    Pemberhentian nazir atau Mutawalli pada dasarnya  adalah wakil  wakif Namun, ada perbedaan pendapat di antara para pengacara mengenai siapa yang dimaksud dengan "lawan".Kelompok pertama berasal dari mazhab Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafiyyah dan berpendapat bahwa Waqiflah yang berhak memberhentikan Nazir karena dialah wakil Waqif yang menguasai harta benda Wakaf. Kelompok kedua,berasal dari mazhab Hanabirah dan Muhammad bin Hassan, dan berpendapat bahwa mawkuf alai atau penerima wakaflah yang berhak memberhentikan Nazir. Kedua pendapat ini merupakan pilihan dalam kondisi terminasi normal atau lazim. Pihak berwenang dapat memberhentikan seorang Nazir dari jabatannya, meskipun Nazir itu sendiri adalah seorang wakif, dengan ketentuan bahwa Nazir tersebut telah melakukan tindakan yang memerlukan pemecatan atau pemecatan, seperti makar.Tugas Kepedulian dan K ompetensi. Apabila kedua hal tersebut tidak ada maka penguasa dapat mencabut hak Najran. Dalam Kasyaaf , disebutkan bahwa Imam memberikan hak Najran kepada pengurus masjid atau kepada masyarakat yang tinggal di sebelah masjid (tetangga masjid). Pendapat yang paling sahih dari mazhab Ahmad bin Hanbal adalah bahwa imam tidak perlu menunjuk imam masjid atau orang-orang terdekat masjid, karena pengangkatan nazir berada dalam kewenangan imam. Namun, Anda harus memilih seseorang yang disukai atau diterima oleh masyarakat sekitar masjid.
Institusi Wakaf Yang Ideal
Pada mulanya pengelolaan wakaf  dilakukan secara perseorangan oleh wakif sendiri, keturunannya yang ditunjuk olehnya, atau  orang lain di luar keluarga wakif yang diberi kepercayaan untuk mengelola wakaf  secara cuma-cuma atau berbayar. Ada biayanya, tapi tidak ada gangguan. pemerintah kecuali yang wakifnya adalah pejabat  atau pemimpin pemerintah Bentuk kepemimpinan personal lainnya adalah individu yang menerima tugas wakaf (mauquf 'alaih), seperti imam masjid.Apabila wakif tidak mengangkat seorang nazir, atau jika nazir tersebut meninggal dunia tanpa menunjuk seorang pun sebagai penggantinya, maka kewenangan untuk mengangkat seorang mutawali atau nazir tetap berada pada pengadilan agama. Pengadilan berwenang menunjuk seorang mutawali yang dapat mengelola harta wakaf, atau pengadilan dapat menyerahkan pengelolaan kepada  penerima harta wakaf.
Berikutnya pengelolaan oleh hakim. Pada masa Muawiyah, minat masyarakat terhadap wakaf semakin meningkat dan perubahan terjadi tidak hanya di kalangan masyarakat miskin  tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga tersebut, masjid, tempat ibadah, tempat pengungsian, perpustakaan, dan bentuk lembaga administrasi WAQF. Wakaf tidak dikelola secara individual, tetapi dijalankan dalam bentuk badan yang diawasi oleh hakim,yang mengawasi kaum nazir dan memberikan sanksi jika mereka melakukan kesalahan atau pelanggaran. Hakim Abu al-Zahir Abd al-Mulk bin Muhammad al-Hazmi dilaporkan memeriksa aset wakaf setiap tiga hari dalam sebulan. Jika ia menemukan adanya pelanggaran administratif yang dilakukan oleh Nazir, ia akan dijatuhi hukuman 10  cambukan (Al-Kindi, ) Pada masa Dinasti Muawiyah, ketika kekayaan Wakaf bertambah, pemerintah mengambil kendali atas Wakaf tersebut. Wakaf dan kepentingannya (lembaga khusus didirikan dan pencatatan Wakaf dibuat) Di Mesir, Komite Wakaf dibentuk pada masa Khalifah Hisyam, namun pada saat itu Wakaf masih bersifat perorangan Dikelola oleh Wakaf atau penerusnya, dan kemudian Hakim Tawba bin Namr mengambil alih sistem tersebut.
Pengelolaan oleh pemerintah Pada pertengahan abad ke-19, Negara Usmaniyah membentuk wizarat al-auqaf (Kementerian Wakaf), kemudian menerbitkan Undang-Undang yang mengatur tentang pengelolaan wakaf dilakukan oleh Kementerian Wakaf. Pada saat ini dimulai peran negara dalam mengelola wakaf.
Yang terakhir pengelolaan oleh Organisasi atau swasta. Bentuk institusi lainnya adalah pengelolaan wakaf oleh yayasan swasta atau oleh organisasi non profit (Non Profit Organization). Organisasi ini muncul di komunitas muslim yang berada di negara-negara non muslim. Untuk mengelola wakaf mereka membentuk organisasi non profit. Akan tetapi bentuk institusi ini juga banyak diikuti oleh Negara-negara muslim, sebagai organisasi swasta pengelola wakaf. Berdasarkan sejarah pengelolaan wakaf di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan wakaf memiliki bentuk institusi yang bermacam-macam. Kahf menyebutkan 3 (tiga) bentuk institusi pengelola wakaf, yaitu (1). Pengel- olaan wakaf oleh pemerintah secara langsung; (2) Pengel- olaa wakaf oleh badan pengurus atau organisasi yang menyerupai yayasan wakaf; dan (3) pengelolaan wakaf oleh nazhir yang ditentukan hakim dan berada dibawah pengewasannya. Fadad dan Mahdy (128) mengungkap- kan 4 fase pengelolaan wakaf, yaitu: (1) kenazhiran di bawah pengawasan hakim; (2) fase pengelolaan oleh pemerintah secara langsung; (3) fase pengelolaan oleh lembaga independen yang dibentuk pemerintah,dan (4) pengelolaan berbasis perusahaan.
Investasi Wakaf Produktif
Maksud dari judul di atas adalah bagaimana harta wakaf tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan dan pendapatan yang dapat dibagikan kepada para penerima manfaat.Investasi wakaf produktif ada dua jenis.