"Siapa menanam angin, akan menuai badai!"Â
Thomas Matthew Crooks, telah menimbulkan lubang besar keamanan setelah upaya pembunuhan eks Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Peluang sang penembak mampu mengambil posisi yang tepat di sebuah atap sekitar 130 meter jauhnya dari lokasi Trump berkampanye menjadi sebuah titik lemah yang luar biasa bagi upaya pengamanan seorang eks presiden sebuah negara adidaya.
Tapi yang lebih menarik untuk terus digali tentu saja apa motif remaja usia 20 tahunan tersebut memutuskan untuk bertindak ekstrim.
Ini mengingatkan kita pada ketidakpuasan masyarakat terhadap para pemimpinnya. Akumulasi ketidakpuasan itu karena sistem perpolitikan dan demokrasi kita meskipun terlihat lebih baik, namun dalam tata laksana dan prosesnya sangat bertolak belakang dengan azas keadilan.
Bahwa sekarang ini para pemimpin kita tetap mengakomodir hak kita untuk bisa memilih dan berdemokrasi , seperti halnya kebebasan ikut serta dalam pemilu. Namun fakta buruknya adalah bahwa proses di balik pemilu itu dilakukan dengan cara-cara yang buruk dan tidak demokratis.
Ini menyebabkan ketimpangan muncul, ketidakpuasan timbul sebagai bibit-bibit buruk. Bagaimanapun sulit bagi masyarakat bisa menolak hasil sebuah demokrasi sekalipun buruk, sehingga mau tidak mau harus menerimanya sebagai realitas.
Begitu juga terkait dengan kepribadian para pemimpin kita. Disatu sisi mereka terus mendorong agar masyarakat dibekali dengan nilai-nilai nasionalisme, pendidikan moral Pancasila, tata nilai religius, bahkan dalam dunia pendidikan para siswa melalui kurikulum Merdeka di bekali dengan Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Lalu dimana masalahnya?.
Sebagai pemegang mandat, para pemimpin justru mempraktikan praktik buruk demokrasi, mobokrasi, kakistokrasi--menyodorkan pemimpin yang jelas-jelas bertabiat buruk sebagai pilihan dan sekaligus mendorongnya menjadi pemenang. Akibatnya apa?.
Pembelajaran Demokrasi yang Buruk
Pendidikan politik dan proses demokrasi yang buruk adalah pelajaran penting yang menjadi materi utama yang kita terima dalam pemilu tahun ini. Masyarakat tahu bahwa ada ketidakberesan dalam sistem perpolitikan kita, namun sebagai masyarakata kita sulit menolaknya.
Bahkan di Amerika Serikat sendiri yang merupakan negara terkuat dengan demokrasi yang telah berusia ratusan tahun ternyata juga tidak bisa konsisten menjalankan demokrasi secara prosedural, apalagi konstitusional.Â