Sulit untuk mengklasifikasikan suatu karya sebagai sastra. Dalam pengertian sederhana, sastra adalah karya tulis. Namun, jika demikian, banyak makalah ilmiah atau buku bisa dianggap sebagai sastra. Definisi ini berkembang lebih jauh, di mana sastra haruslah sebuah karya seni, sering kali imajinatif, estetis, dan mengandung narasi. Sastra juga mencakup tradisi lisan dan sastra visual, seperti drama. Sebagian orang mungkin menganggap musik sebagai bagian dari sastra karena kadang memiliki narasi, namun musik tidak dianggap sebagai sastra karena ia adalah bentuk seni yang berdiri sendiri. Media untuk menyampaikan seni ini berbeda; sastra menggunakan bahasa untuk mengungkapkan maksud dan cerita, sedangkan musik menggunakan ritme dan nada untuk menciptakan seni. Kebanyakan musik memiliki lirik untuk memberikan plot yang lebih dalam, tetapi lirik tidak esensial agar musik dapat digolongkan sebagai "musik," karena musik lebih berfokus pada ritme dan melodi daripada narasi. Di sisi lain, lirik dapat dianggap sebagai sastra. Lirik adalah bahasa yang bergaya, seperti puisi atau prosa. Lirik adalah kata-kata yang diatur sedemikian rupa untuk menyampaikan makna, seperti halnya sastra. Dalam tulisan ini, penulis akan memberikan respons sastra terhadap lirik lagu dalam album Weezer yang sering disalahpahami, Pinkerton, yang memiliki keterkaitan dengan Madama Butterfly, sebuah opera tragis karya Giacomo Puccini.
Weezer, band rock alternatif yang dibentuk di Los Angeles pada tahun 1992, dikenal melalui album debut self-titled mereka, yang sering disebut sebagai "Blue Album." Dengan estetika unik, gaya nerdy, dan melodi yang catchy, band ini menjadi pelopor dalam menggabungkan kerentanan emosional dengan rock alternatif. Namun, album kedua mereka, Pinkerton, yang dirilis pada tahun 1996, menjadi perubahan drastis dari debut mereka yang halus.
Pinkerton adalah album yang sangat personal dan mentah, sering digambarkan sebagai buku harian pengakuan Rivers Cuomo. Album ini mengeksplorasi tema keterasingan, kerinduan, dan sisi gelap cinta serta hasrat. Ketika pertama kali dirilis, album ini mendapat ulasan beragam, dengan banyak kritik yang salah memahami intensitas emosionalnya. Namun, seiring waktu, Pinkerton dievaluasi ulang dan kini dianggap sebagai salah satu album paling berpengaruh di tahun 1990-an, dipuji karena kejujuran dan kedalaman artistiknya.
Sementara itu, Madama Butterfly, opera karya Giacomo Puccini, pertama kali dipentaskan pada tahun 1904 dan menjadi salah satu karya yang paling dicintai dalam repertoar opera. Kisah ini berlatar di Nagasaki, Jepang, dan mengikuti kehidupan Cio-Cio-San, seorang wanita muda Jepang yang jatuh cinta pada Letnan B.F. Pinkerton, seorang perwira angkatan laut Amerika. Pinkerton menikahi Cio-Cio-San, tetapi niatnya bersifat dangkal dan sementara, karena ia menganggap pernikahan itu hanya sebagai kesepakatan sementara.
Tema utama dalam Madama Butterfly adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan dan cinta. Tindakan egois Pinkerton dan ketidakpeduliannya terhadap perasaan Cio-Cio-San menghancurkan dirinya baik secara emosional maupun fisik. Dalam album Pinkerton, pengkhianatan diwujudkan dalam eksplorasi Cuomo terhadap hubungan yang gagal dan cinta yang tak terbalas. Lagu seperti "Across the Sea" dan "Pink Triangle" mengungkapkan kerinduan untuk terhubung yang pada akhirnya berujung pada penolakan atau kesalahpahaman. Keterasingan emosional ini mencerminkan jarak budaya dan emosional antara Butterfly dan Pinkerton dalam opera. Kedua karya ini menunjukkan kemampuan manusia untuk menyakiti mereka yang mempercayai dan mencintai kita.
Jarak budaya antara Cio-Cio-San dan Pinkerton melambangkan ketidakmampuan mereka untuk benar-benar terhubung. Butterfly memuja Pinkerton dan identitas Amerika-nya, sementara ia melihat hubungan mereka sebagai hiburan sementara. Keterasingan budaya ini sejajar dengan tema dalam Pinkerton. Dalam "Across the Sea," Cuomodengan lirik, "Why are you so far away from me? / I need help, and you're way across the sea." dalam terjemahan Bahasa Indonesia nya "Kenapa kamu begitu jauh dariku? / Aku butuh bantuan, dan kamu jauh di seberang laut." Di sini, Cuomo mencerminkan  mengungkapkan kekagumannya terhadap seorang penggemar Jepang yang terasa tidak dapat dijangkau karena jarak dan hambatan budaya.
Salah satu paralel paling mencolok antara kedua karya ini adalah bahwa Pinkerton dan Madama Butterfly menampilkan protagonis yang sangat cacat. Dalam opera, Pinkerton bersifat egois dan didorong oleh keinginannya, menunjukkan sedikit perhatian pada perasaan Cio-Cio-San sampai semuanya terlambat. Dalam Pinkerton, persona liris Cuomo sama cacatnya. Lagu seperti "Tired of Sex" dengan lirik nya, Tonight I'm down on my knees / Tonight I'm begging you, please / Why can't I be making love come true?" yang bisa di artikan dengan "Malam ini aku berlutut / Malam ini aku memohon padamu, tolong / Kenapa aku tidak bisa membuat cinta menjadi kenyataan?" Lirik ini mengungkapkan ketidakpuasan terhadap hubungan dangkal dan keinginannya akan koneksi yang tulus. Ketidakpastiannya, sifat egoisnya, dan perjuangannya dengan keintiman emosional. Â Ini menggambarkan ketidakpuasannya dengan hubungan dangkal dan kerinduannya akan hubungan yang tulus.
Yang terkahir, inspirasi yang paling jelas dalam Pinkerton berasal dari Madama Butterfly adalah lagu terakhir dalam album, "Butterfly." Rivers Cuomo menggambar inspirasi langsung dari opera,: "I'm sorry for what I did / I did what my body told me to / I didn't mean to do you harm." Â Yang berarti: "Aku minta maaf atas apa yang aku lakukan / Aku melakukan apa yang tubuhku perintahkan / Aku tidak bermaksud menyakitimu." Lirik ini merangkum penyesalan dan rasa bersalah yang sejajar dengan kesadaran Pinkerton akan bahaya yang telah dia sebabkan pada Butterfly. Baik Pinkerton maupun Madama Butterfly berpusat pada narasi tragis yang mengeksplorasi konsekuensi destruktif dari hubungan yang cacat.
Pinkerton dari Weezer mencerminkan tragedi dalam Madama Butterfly melalui eksplorasi tema cinta, pengkhianatan, keterasingan, dan kesadaran diri. Kedua karya ini menggali kompleksitas emosi manusia, menyoroti rasa sakit kerinduan dan konsekuensi dari hubungan yang cacat. Dengan mengambil inspirasi dari Madama Butterfly, Pinkerton melampaui mediumnya, menggunakan lirik untuk menyusun narasi yang bergema seperti karya sastra. Hubungan ini mengangkat status Pinkerton dari sekadar album menjadi reinterpretasi modern dari tragedi klasik dan bukti kekuatan ekspresi artistik yang abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H