Mohon tunggu...
Heznie Wulandari
Heznie Wulandari Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar

Heznie Wulandari, S.Pd || Guru biasa yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencari Algi, Murid Yang Putus Sekolah

5 Januari 2024   08:35 Diperbarui: 5 Januari 2024   08:39 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah kisah rekan sesama guru beda sekolah (Sebut saja Ibu Mawar) yang sedang berusaha mencari Algi, teman kelas anaknya yang terpaksa harus putus sekolah. Ibu Mawar sendiri adalah guru di Sekolah Dasar Swasta yang juga menjabat sebagai ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungannya. Entah apa yang membuat Algi untuk memutuskan berhenti sekolah. Entah faktor biaya atau faktor lainnya. 

Algi merupakan teman satu kelas Kenanga, anak Ibu Mawar. Mereka bersekolah di salah satu sekolah dasar negeri. Berawal dari keresahan Ibu Mawar saat anaknya sekolah dua tahun lalu. Saat itu sebenarnya sekolah sudah mulai tatap muka, namun hanya beberapa hari  diselingi daring, saat itu siswa diminta mengumpulkan tugas melalui aplikasi whatsapp. Diketahui Algi lah yang selalu terlambat mengirimkan tugas, hal itu diketahui Ibu Mawar, karena  Ibu Sukma wali kelas Algi saat itu menulis pesan di grup wa kelas dengan menyebut Algi sebagai pemalas.

Seperti kita ketahui, sebagai pendidik kita tidak boleh melabeli murid dengan kata yang tidak pantas, terlebih hal itu dikatakan guru pada forum grup kelas kelas yang mana di grup tersebut banyak wali murid lain, selain orang tua Algi tentu saja. Atas dasar itulah, Bu Mawar menghubungi Bu Sukma melalui pesan pribadi. Sebagai sesama pendidik tentu harus saling mengingatkan, alangkah baiknya jika ingin menegur anak didik melalui pesan pribadi saja, tidak di forum grup kelas. Terlebih Bu sukma seperti menggiring opini bahwa Algi adalah murid pemalas.

Bu Sukma yang merupakan guru senior ASN, merasa keberatan dan tidak terima atas kritik dan saran yang diberikan Bu Mawar. Menurutnya, walaupun sebagai sesama guru, kebijakan kelas adalah masing-masing guru kelas. Ia malah membandingkan jam terbangnya yang lebih lama dibanding Bu Mawar.  "Jangan samakan sekolah negeri dengan sekolah swasta, Bunda Kenanga..". Kata Bu Sukma juga saat itu. Bu Sukma juga mengingatkan Bu Mawar untuk tidak ikut campur. Karena jawaban Bu Sukma seperti itu, akhirnya Bu Mawar tidak bisa berbuat apa-apa lagi.  

Saat mereka naik kelas 4 sekolah sudah full tatap muka, Kenanga bercerita kalau Algi jarang masuk dan sering di marahi oleh gurunya (bukan Bu Sukma lagi) di depan kelas. Algi pun sering dibilang anak nakal dan bodoh karena jarang masuk  sekolah dan tidak mengerjakan tugas. "Jangan meniru Andi, contoh yang tidak baik". Kata Kenanga menirukan suara wali kelasnya saat di depan kelas. Kenanga juga bercerita, Algi sudah tidak memiliki ibu. Sejak ayahnya menikah lagi, Algi mengamen untuk menghidupi dirinya dan kakak perempuannya yang masih bersekolah di bangku SMP.  Itulah mengapa ia jarang masuk sekolah lagi.

Saat pembagian rapor, akhirnya Bu Mawar memberanikan menghadap kepala sekolah tempat Kenanga sekolah. Bu Mawar ingin menceritakan keprihatinannya terhadap Algi, namun kepala sekolah mengatakan bahwa mereka sudah memanggil orang tua Algi, namun hanya kakaknya saja yang bersedia datang mewakili. Kepala sekolah bilang,  Algi ingin dibawa dan diasuh oleh kerabatnya di Cianjur.  Namun, Kenanga bilang bahwa di sekolah ada kabar burung yang mengatakan bahwa Algi sudah tidak ingin bersekolah karena malu pada teman-temannya. Dan Algi sebenarnya tidak pergi ke Cianjur, dia hanya pergi ke Jakarta untuk mengamen.

Sebagai ketua RT, tentu Bu Mawar mempunyai keprihatinan terhadap kasus yang menimpa Algi. Di lingkungannya, banyak warga yang sudah dibantu Bu Mawar dalam mengurus surat-surat untuk meringankan biaya sekolah. Untuk itu, Bu Mawar ingin sekali Algi meneruskan sekolah. Bu Mawar ingin menemukan Algi. Ia ingin Algi sekolah lagi, setidaknya sampai lulus SMA agar Algi mempunyai masa depan.

Itu adalah curhatan Bu Mawar kepada kami melalui voice note grup  beberapa waktu yang lalu.  Tentu saja hal ini membuat kami miris. Dari cerita Bu Mawar banyak sekali pelajaran yang saya  dapatkan. Satu yang pasti, bahwa labeling yang kita berikan pada siswa sangat memberikan dampak terhadap mental dan psikologi mereka. Kita lupa, tugas utama guru sebagai pendidik memerlukan pemahaman guru tentang macam-macam karakteristik peserta didik yang dididiknya. 

Apa Yang Harus Dilakukan Guru Agar Hal Serupa Tidak Terulang Lagi?

Saya tidak tahu persis apa yang terjadi pada Algi sehingga ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Entah kendala biaya atau motivasi belajarnya yang hilang. Namun sebagai pendidik, disinilah peran kita untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan. Memfasilitasi semua peserta didik agar berhasil mencapai cita-cita yang di inginkannya. Saya akan membahas (disclaimer,ini hanya pendapat pribadi saya tanpa berniat menyalahkan atau menggurui siapapun) dari sisi saya sebagai seorang guru. Dari kasus Algi di atas, ada beberapa hal yang harus dperhatikan.

  •  Guru Harus Mengenal Karakteristik Peserta Didik

Guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru adalah guru yang mampu mengenal karakteristik peserta didiknya secara individual. Karakteristik cenderung mengarah dan berpusat pada individu peserta didik. Artinya guru memerlukan kompetensi yang mampu memahami latar belakang keluarga, lingkungan,  dan masyarakat peserta didik agar guru mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun