Pernahkah kalian mendengar pemberitaan tentang banyaknya siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di beberapa daerah yang belum lancar membaca? Tidak dapat dipungkiri hal tersebut bisa terjadi. Tidak saja hanya terjadi di kota kecil, tapi bisa juga terjadi di kota-kota besar. Bukan terjadi di sekolah negeri saja, Â tapi juga bisa terjadi di sekolah swasta. Mengapa hal demikian bisa terjadi? lantas siapa yang harus disalahkan?
Dilihat dari tingkat keliterasiannya, masyarakat kita dikelompokkan menjadi tiga, yakni kelompok iliterat (bukta aksara), aliterat (malas membaca), dan literat (bisa dan biasa membaca). Membaca merupakan kemampuan seseorang dalam mengenali huruf dan kata, kemudian menggabungkannya dengan bunyi serta memahami makna dari tulisan yang dibacanya. Dari kasus di atas, siswa SMP seharusnya sudah masuk pada kelompok terakhir, yakni literat, bisa dan biasa membaca. Begitupun pada kegiatan membaca lanjut, siswa SMP masuk kategori siswa melek huruf, artinya kemampuannya sudah tidak hanya sebatas mengenali huruf dan membunyikannya, melainkan juga memahami maknanya. Â
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam membaca:
1. Pendidik atau guru
Guru sebagai pendidik tentu merasa gagal ketika mendapati siswanya tidak mengalami perkembangan sesuai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dasar membaca diberikan pada semua tingkatan kelas. Namun untuk kelas rendah (kelas 1-2 SD) penekanan membaca lebih diarahkan pada pengenalan lambang bunyi dan cara membunyikannya, belum pada fase memahami makna yang terkandung dibalik lambang yang dimaksud. Karena sasaran dari kelas rendah adalah melek huruf, artinya kegiatan membaca yang dilakukan siswa kelas rendah dilakukan dengan melafalkan kata, kelompok kata, dan kalimat yang terdapat pada teks. Pada fase ini, disebut membaca permulaan
Pada fase inilah peran guru sangat penting dalam membaca permulaan. Pada awal anak memasuki dunia sekolah di sekolah dasar, paket pembelajaran pertama dan paling utama yang harus diberikan pada siswa kelas 1 adalah keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Membaca permulaan merupakan fondasi bagi siswa dalam dunia akademiknya. Karena tidak ada satupun aktivitas akademik tanpa melibatkan kegiatan membaca.Â
 Berhasil atau tidaknya pencapaian kualitas pembelajaran pada kelas rendah sangat bergantung pada guru. Guru berperan sebagai agent of learning dan agent of change yang mampu membangkitkan motivasi peserta didik sehingga mereka dapat meraih prestasi yang diinginkannya. Termasuk didalamnya adalah menanamkan kedisiplinan sejak mereka memasuki dunia sekolah. Karena sifat dan perubahan perilaku dalam belajar relatif permanen. Artinya, ketika guru menanamkan kedisiplinan dalam pembelajaran, sikap mental peserta didik yang demikian akan terbawa sampai ke fase-fase berikutnya.Â
2. Orang tua atau keluarga
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran orang tua sangat besar dalam mengembangkan kemampuan anak. Karena sebelum memasuki dunia sekolah, waktu anak banyak dihabiskan dirumah. Selama anak masih berada dilingkungan rumah, maka orang tua lah yang banyak berperan  dalam mengembangkan kecerdasan anaknya. Anak yang sejak bayi, atau bahkan sejak dalam kandungan sudah biasa  diperdengarkan cerita oleh ibunya, diajak berkomunikasi, dan ketika lahir si anak dirangsang dengan berbagai macam permainan yang memungkinkan anak untuk mengembangkan daya pikir, komunikasi, dan kemampuan lainnya.  Besar kemungkinan anak akan tumbuh menjadi anak yang  cerdas.
Ketika anak sudah memasuki usia sekolah, orang tua sebaiknya menciptakan suasana belajar dirumah yang kondusif. Â Jalin komunikasi yang baik dengan guru di sekolah. Sering-seringlah menanyakan tentang perkembangan anak kepada guru agar tanggung jawab membimbing anak menjadi selaras. Kedisiplinan yang diberikan di sekolah, dilakukan juga di rumah, sehingga anak akan termotivasi dan semangat dalam belajar.