Mohon tunggu...
Hanif Haedar Bassam
Hanif Haedar Bassam Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

alhmdulillah bersyukur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontradiksi Antara Kesetaraan Gender dan Budaya Patriarki

11 Agustus 2022   19:21 Diperbarui: 11 Agustus 2022   19:36 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Konflik kesetaraan gender seakan tidak ada habisnya. Permasalahan ini terus - menerus timbul dari masa ke masa, di masa lampau kesetaraan gender merupakan salah satu hal yang sangat sulit untuk dicapai. 

Mengingat, kentalnya budaya patriarki yang ada di Indonesia. Pria dianggap memiliki kedudukan yang tinggi sehingga dapat mengenyam pendidikan setinggi -- tingginya dan memiliki hak sosial yang lebih banyak. Sementara itu, wanita dianggap memiliki kedudukan yang lebih rendah dibandingkan pria. 

Maka dari itu, di masa lampau banyak wanita yang tidak dapat mengenyam pendidikan karena wanita dianggap tidak perlu memiliki pengetahuan luas karena banyak yang berpikiran bahwa wanita hanya menunggu untuk di nikahi dan pada akhirnya mereka hanya dapat melayani suami dan melakukan pekerjaan rumah tangga. 

Hal itu menjadikan banyaknya pernikahan dibawah umur yang terjadi di masa lampau. Wanita dianggap sebagai budak yang harus patuh pada perintah dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya.

Hal tersebutlah yang mempelopori terbentuknya gerakan emansipasi wanita. Salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam pergerakan kesetaraan gender di Indonesia adalah Raden Ajeng Kartini yang merupakan pelopor emansipasi wanita di Indonesia. Beliau merupakan seorang wanita keturunan priayi Jawa yang sangat memperjuangkan hak -- hak wanita terutama masalah pendidikan. 

Pada masanya, terdapat sebuah tradisi yang melarang wanita untuk mengenyam pendidikan. Namun, beliau berani menentang kebudayaan patriarki yang berkembang tersebut dan mematahkan stigma "wanita tidak perlu berpendidikan tinggi".

Dimasa sekarang, budaya patriarki sudah semakin memudar. Meskipun masih terdapat beberapa daerah yang menganut budaya ini, namun para wanita sudah mulai berani untuk menyuarakan pendapatnya sendiri. 

Seiring berkembangnya zaman dan semakin maraknya pengaruh globalisasi, wanita dan pria seakan memiliki kedudukan yang hampir sama. Hal tersebut tidak lepas dari peranan para aktivis emansipasi wanita yang terus menyuarakan aspirasi agar wanita memiliki hak yang sama. 

Pemerintah juga memiliki peranan yang cukup penting dalam mencapai kesetaraan gender ini. Terbentuknya kesetaraan gender harus diiringi dengan pengembangan kebijakan mengenai pencegahan perilaku kekerasan seksual. Memiliki kedudukan yang sama bukan berarti bisa memperlakukannya dengan sama pula. 

Wanita masih membutuhkan perlindungan, dengan adanya kebijakan dan undang -- undang yang ditetapkan oleh pemerintah dapat membantu mencapai kesetaraan gender dengan tetap mementingkan kehormatan seorang wanita.               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun