Mohon tunggu...
hanifatul ismadi
hanifatul ismadi Mohon Tunggu... MAHASISWA -

PGRA UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Inklusif Menyatukan Anak ABK dengan Anak Normal

23 September 2017   21:08 Diperbarui: 23 September 2017   23:02 20137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan terkadang membuat kebanyakan orang menjadi asing satu sama lain dan menjadikan mereka renggang. Apalagi perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan anak yang normal. Interaksi antara keduanya sangat kurang. Anak yang normal jarang sekali yang mau berteman dengan anak yang ABK karena menurut mereka individu yang berkebutuhan khusus tersebut tidak layak dijadikan teman dan mereka seringkali menjadikan anak ABK tersebut sebagai bahan olokan atau ejekan sehingga individu berkebutuhan khusus tersebut menjadi minder ketika akan melakukan interaksi terhadap mereka. 

Orang tua anak normal terkadang juga member larangan kepada anaknya agar tidak berteman dengan anak ABK karena alas an tertular, atau bisa mempengaruhi sosial emosional, sikap, perilaku kepada anak. Persepsi tersebut justru yang mmbuat banyak  Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merasa tidak nyaman ketika berada dalam lingkup tersebut karena mereka memiliki pemikiran bahwa saya memiliki kekurangan dan tidak layak satu komunitas dengan mereka. 

Apalagi dengan adanya sekolah khusus anak ABK mereka merasa terasingkan karena sekolah tersebut hanya menampung anak yang memiliki kekurangan yang setiap harinya dibimbing oleh guru khusus. Bagaimana mereka akan berinteraksi dengan anak yang normal ? pasti dibenak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memiliki keminderan. Oleh karena pendidikan inklusif diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang sangat menekankan hak asasi manusia pada seluruh siswa baik itu anak normal dan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Mengapa demikian adanya pendidikan inklusif ini sangat diperlukan. Karena individu dengan keterbatasan ini seringkali mendapat perlakuan diskriminatif dalam layanan pendidikan. Pendidikan inklusif memiliki prinsip dasar bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Pertama awal masuk didirikan sekolaha yang mnampung anak yang memiliki gangguan pendengararan atau istilah lainnya yaitu tunarungu. Kemudian SLB muncul dimana-mana dengan adanya SLB ini memunculkan evaluasi tentang ABK tentang pemisahan sekolah khusu dan umum sehingga mempunyai label pada masing-masing siswa untuk brinteraksi kemudian dari situlah muncullah sekolah inklusif.

Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan ynag bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Bakat istimewa atau khusus (talent) adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi khusus yang jika memperoleh kesempatan dengan baik untuk pengembangannya akan muncul sebagai kemampuan khusus dalam bidang tertentu. Oleh karena itu ABK harus memperoleh pendidikan yang layak seperti halya teman sebayanya yang berada disekolah normal.

Model-model pendidikan inklusif (Nikmatuzahroh & Nurhamida, 2016, pp. 47-48)

  • Inklusif Penuh. Lam model ini anak yang memiliki ketrbatasan disekolahkan dekat dengan rumahnya dan mengikuti pendidikan secara normal dengan anak-anak lain.
  • Integrasi Model Umum. Dalam model ini Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dididik dengan setting terpisah terlebih dahulu, barulah ketika anak tampak siap anak digabung dalam kela regular
  • Integrasi Model Lanjutan. Dalam mode ini individu dari kelas khusus menunjungi kelas regular untuk aktivitas bersama dalam mata pelajaran tertentu
  • Model Inklusif. Memandang semua siswa sama dan memiliki bakat masing-masing dalam bidangnya, jadi professional guru sangat diperlukan untuk mensukseskan pengajaran tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun