Mohon tunggu...
Hanifatul Hijriati
Hanifatul Hijriati Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menghayal

I am an ordinary girl who tries to be an undefeated girl

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karena Saya Guru dan Anda Dokter

27 November 2013   21:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mogoknya para dokter sebagai aksi solidaritas dan pembelaan teman sejawat mereka membuat saya tergelitik untuk menuliskan pendapat saya.

Profesi saya memang bukan dokter tapi saya adalah seorang guru yang berusaha mendidik dan memberikan pengetahuan yang seluas-luasnya pada siswa serta juga membantu siswa untuk mengembangkan diri sesuai kompetensi masing-masing. Profesi saya mungkin jika dibandingkan dengan dokter dianggap jauhdi bawah standar. Itu kelihatan sekali  ketika mendaftar ke perguruan tinggi, pastilah mahasiswa yang masuk FKIP memiliki score yang jauh di bawah mahasiswa FK. Tapi apa persamaannya ya?

Kasus yang sering muncul tentang kealpaan dokter juga kerap menimpa para guru. Beberapa tahun silam, seorang guru SMP di sebuah Kabupaten di Jawa Tengah menjadi tersangka kasus penganiayaan muridnya.  Menurut para saksi, murid ini dipukul oleh gurunya di pahanya. Beberapa LSM membawa kasus ini sampai pengadilan dan menuntut guru tersebut dihukum seberat-beratnya.  Tidak ada demo dan gugatan yang sangat radikal dari para kami guru. PGRI pun berusaha semaksimal mungkin mencari pendampingan pada guru tersebut. Namun opini media dan masyarakat telah menuduh guru tersebut melakukan tindakan pidana. Padahal dari para saksi yang meringankan dan rekan guru satu sekolahan dengannya dikatakan jika murid tersebut memang dikenal suka mengeluarkan kata-kata makian dan tidak disenangi teman satu kelas. Akhirnya guru tersebut dibebaskan karena lemahnya bukti.

Peristiwa tersebut tidak begitu diekspos ke media dan juga tidak terjadi demo apalagi mogok dari para guru. Ada pembelaankah dari mendikbud? Enggak juga. Semua proses hukum dijalankan saja dan ternyata memang guru tersebut tidak terbukti bersalah karena tindakan yang ia lakukan merupakan bentuk respon atas kenakalan dari muridnya.

Kasus tentang guru seperti di atas sesungguhnya banyak sekali termasuk rekan-rekan sejawat saya di daerah. Bah kan ada guru yang harus membayar jutaan rupiah karena hanya menegur muridnya yang jelas-jelas salah. Tapi apa kemudian kami mogok ngajar? PGRI sendiri juga anteng-anteng aja kok.

Bagi para dokter yang terhormat, dengan profesi dan tanggung jawab anda yang saya sangat yakin sangat besar tentulah beban kerjanya juga besar. Memang anda bukan Tuhan, namun jika anda-anda selalu bersembunyi di balik ke ‘wah’ an profesi anda dan selalu menganggap tindakan yang anda ambil tidak pernah menyebabkan kesalahan lalu bagaimana dengan profesi lainnya? Anda memang selalu memiliki teori-teori yang entah kami sebagai orang awam tidak mengerti untuk membenarkan tindakan anda atau bah kan teman anda. Kami mengerti tindakan anda para dokter merupakan bentuk solidaritas tapi apakah tindakan yang salah juga tetap harus dibela? Bukankah dengan begitu merusak citra anda sendiri sebagai dokter?. Kata kriminalisasi seolah-olah digunakan sebagai bentuk ketidakadilan hukum terhadap kawan anda. Tapi apakah itu berarti dokter memang kebal hukum?

Sebagai profesi yang banyak diidolakan anak-anak sekolah seharusnya anda para dokter dapat menjadi contoh tauladan sikap yang baik pula. Karakter kepribadian yang sangat sulit diterapkan di negeri ini ialah mau mengakui kesalahan dan berani menerima sanksi apa pun. Tidak perlu memusingkan para pejabat atau pemimpin negeri ini yang tidak memiliki sikap luhur yang bisa dicontoh anak-anak, tapi mulailah dari para anda dokter-dokter. Karena anda adalah dokter, cita-cita yang (masih) sebagian besar anak-anak idolakan. Dan saya adalah guru yang terus berusaha menumbuhkan karakter yang baik pada anak-anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun