Mohon tunggu...
Hanipa Ihsani
Hanipa Ihsani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Mengenai Seni Reak Kuda Lumping Pada Acara Khitanan di Daerah Cipacing Kabupaten Sumedang

7 Juli 2024   20:32 Diperbarui: 7 Juli 2024   21:52 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

           Pembelajaran IPS adalah hakikat untuk mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal tersebut dalam aktivitas pembelajaran. Pendidikan ilmu pengetahuan sosial berhubungan dengan kearifan lokal merupakan kolaborasi dan perpaduan yang seharusnya tidak dipisahkan. Menurut Sapriya (2012:79), kerangka pembelajaran sosial mencakup beberapa aspek, seperti: "pertama, manusia, lingkungan, dan masyarakat; sekunder, waktu, pembelajaran, dan transformasi; kedua, sistem sosial dan agama; ketiga, ekonomi, dan kesejahteraan sosial." Data di atas menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan IPS harus didasarkan pada pandangan hidup masyarakat umum. permasalahan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi diantara permasalahan tersebut mayoritas siswa kurang begitu memahami apa penyebab dan bagaimana menyikapi atas permasalahan terjadi.

          Mengintegrasikan kearifan lokal dalam pembelajaran IPS merupakan salah satu cara efektif untuk membuat pembelajaran lebih relevan dan bermakna bagi siswa. Salah satunya dari bentuk kearifan lokal yang dapat dijadikan materi pembelajaran adalah Reak Kuda Lumping, sebuah seni tari tradisional yang berasal dari Jawa. Pembelajaran tentang Reak Kuda Lumping tidak hanya mengenalkan siswa pada budaya lokal, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai sosial dan budaya yang terkandung di dalamnya. Reak juga mengandung unsur kesenian, hiburan, kekuatan sosial atau politik. Reak dalam perspektif nilai nasionalis dan nilai spiritual/religius sebagai upaya pengembangan model pendidikan nilai dan karakter berbasis budaya lokal untuk memperkuat nilai-nilai budaya lokal.

        Pada kali ini penulis akan membahas kearifan lokal yang berkaitan dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial mengenai seni kuda lumping di masyarakat sekitar khususnya masyarakat cipacing yang sampai sekarang masih ada, grup kuda lumping ini dinamakan dengan "Putra Daniangrasa".

         Kuda Lumping merupakan sebuah pertunjukan budaya yang muncul pada tubuh masyarakat sederhana secara turun temurun. Pertunjukan ini memiliki ciri khas tersendiri dengan membawa properti kuda tiruan yang dianyam, serta penampilan menggunakan kekuatan magis. Pertunjukannya diiringi alunan musik khas serta atraksinya yang sangat berbahaya. Kesenian kuda lumping ini lebih ke adat sunda bukan jawa, alat musik yang digunakan pun berbeda, jika kesenian kuda lumping yang berasal dari Jawa menggunakan alat musik gamelan, sedangkan kesenian kuda lumping Putra Daniangrasa yang berasal dari Sunda menggunakan alat musik khas Sunda, seperti goong, dogdog yang terbuat dari kulir domba dan terompet pencak. Terdiri dari 1 orang yang meniup terompet pencak, 2 orang pemain goong, 4 orang pemain dogdog. Kuda lumping ini terbuat dari anyaman bambu dan berbentuk seperti kuda-kudaan dan bangbarongan yang terbuat dari karung goni serta wajahnya yang menyerupai hewan yang merupakan tarian binatang di budaya sunda.

        Di daerah cipacing seni reak kuda lumping ini sering dimainkan ketika ada acara khitanan, ketika anak sebelum di khitan biasanya akan diadakan terlebih dahulu seni reak kuda lumping ini, sebelum besoknya anak di khitan. Biasanya seni reak ini dimulai dengan persembahan sesajen yang dipersembahkan untuk nenek moyang atau istilahnya karuhun. Setelah itu nanti anak yang akan disunat nanti menunggangi kuda dan akan di arak keliling rumah lalu kembali ke halaman rumah, setelah selesai di arak kuda akan di atraksikan dan nanti reak akan dimainkan di tempat. Warga disini masih sangat antusias jika ada kuda lumping, warga akan berbondong-bondong untuk menyaksikan pertunjukkan dari kuda lumping ini. Pertunjukannya biasanya atraksi kuda, atraksi bangbarongan (permainan dan kesenian yang menampilkan tarian barong atau binatang di Budaya Sunda), atraksi makan beling, sirih dan daging mentah.

        Reak atau kuda lumping memiliki nilai filosofis, tradisi, dan sejarah yang signifikan. Warna-warna topeng Bangbarongan, yang terdiri dari merah, putih, kuning, dan hitam, mewakili empat unsur filosofis dan tata letak geografis, yaitu Barat, Timur, dan Selatan. Dalam tradisi masyarakat Jawa Barat, papat kalima pancer berarti orang yang menggunakan topeng Bangbarongan, dan kalima berarti kembali kepada yang Maha Kuasa, pencipta alam semesta. Unsur-unsur saripati seperti aci bumi, aci cai, aci angin, dan aci seneu juga digunakan untuk membuat warna topeng Bangbarongan. Oleh karena itu, Reak mengandung nilai keagamaan atau kerohanian dalam aktivitasnya.

1. Nilai-nilai religius yang terintegrasi dalam seluruh proses pertunjukan Reak atau kuda lumping. Sumber nilai religius adalah keyakinan manusia terhadap kekuatan yang di atas, yang tercermin dalam keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ritual dan doa dalam pertunjukan menunjukkan bukti kelemahan manusia, dan tujuan mereka adalah untuk meminta keselamatan dan menghindari gangguan dari ruh jahat.

2.Nilai Kemanusiaan: dalam pertunjukan seni Reak, setiap tahap menggambarkan keluhuran manusia yang hidup dalam berbagai keragaman, seperti jenis kelamin, kekayaan, profesi, agama, dan sebagainya. Meskipun keragaman tidak membedakan, keragaman menyatukan manusia dengan hak, kewajiban, dan martabatnya sebagai manusia. Kemanusiaan masih menjadi prioritas utama dalam keberagaman. Nilai ini tersembunyi dalam karakteristik pemain yang berbeda, berbagai jenis gamelan (alat musik), dan peran sosial sebagai pemain atau sebagai anggota masyarakat yang menonton pertunjukan.

3.Prinsip Gotong Royong atau Persatuan. Reak adalah pertunjukan yang menggabungkan seniman dan anggota masyarakat Reak dengan nilai solidaritas, kebersamaan, dan nasionalisme. Prinsip ini dapat mengajarkan siswa untuk saling membantu atau menumbuhkan solidaritas.

4. Nilai Musyawarah: Musyawarah dalam hal para pemain, honor, dan waktu pertunjukan menunjukkan sikap terbuka. Dalam musyawarah ini dapat mengajarkan peserta didik bahwa jika ada masalah atau sesuatu yang ingin dikerjakan bisa dengan bermusyawarah terlebih dahulu.

5.Nilai Keadilan Sosial Dengan membagi pemain secara adil, pengelolaan seni Reak ini mewujudkan keadilan sosial. Dalam istilah sundanya "Hirup sauyunan tara pahiri-hiri", yang berarti "hidup bersama tanpa rasa iri dan dengki," adalah contoh dari peran yang penting dalam pertunjukan seni. Mengajarkan siswa untuk berperilaku adil dan tidak saling menghakimi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun