IKN Twin Cities, Terlihat Manis atau Miris?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), mengusulkan konsep Twin Cities, kota kembar atau ibu kota kembar. Usulan ini dikemukakan karena ada dua faktor, yakni belum adanya kejelasan kabar mengenai Keputusan presiden (Keppres) terkait pemindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara dalam waktu cepat dan terkait kecukupan anggaran Pembangunan IKN saat ini.
Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono menyatakan dalam beberapa tahun ke depan sebenarnya Jakarta masih menjadi Ibu Kota Negara. Sementara posisi IKN masih berstatus sebagai kota tertentu. Bambang tidak menjelaskan apa yang dimaksud sebagai kota tertentu. Bambang menyetujui usulan ASPI karena yang dimaksud twin cities adalah kota yang menjalankan fungsi hampir bersamaan.
Bambang mencontohkan negara yang menerapkan konsep twin cities adalah Korea Selatan dengan ibu kota Seoul dan ibu kota keduanya, Sejong. Begitu pun Malaysia dengan Putra Jaya dan Kuala Lumpur.
"Konsep ibu kota kembar memperlihatkan satu kota akan berfungsi sebagai ibu kota secara resmi atau de jure, sedangkan kota lainnya menjalankan peran tersebut secara tidak resmi atau de facto. Jakarta bisa tetap berfungsi sebagai ibu kota, de jure dan IKN sebagai ibu kota de facto." kata Adiwan Fahlan Aritonang (Ketua ASPI).
Jokowi pun berpesan kepada Prabowo agar semua kegiatan-kegiatan besar kenegaraan bisa dilakukan di IKN karena di IKN sudah terbentuk kawasan pusat pemerintahan yang siap digunakan.
Terlihat Manis atau Miris?Â
Sejatinya, kebijakan pembangunan IKN sejak awal terkesan dipaksakan dan tanpa dukungan dana yang memadai. Buktinya Jokowi pernah memberikan hak guna usaha (HGU) di lahan IKN hingga mencapai 190 tahun dalam dua siklus yang bertujuan untuk menarik investasi sebesar-besarnya. Investasi ini diperlukan karena APBN hanya digunakan untuk p. pembangunan kawasan inti pemerintahan. Sedangkan infrastruktur lainnya, Jokowi berharap kepada investor baik dalam dan luar negeri.
Tampak nyata bukan bahwa pembebanan dana untuk IKN ini belum memadai. Alhasil pemerintah harus mencari tambahan dana melalui para investor. Padahal, jika IKN didanai oleh investor, maka hal ini akan menjadi jalan penjajahan oligarki terhadap penguasaan lahan rakyat di IKN dan sekitarnya. Inilah bentuk penjajahan baru yang jarang kita sadari.Â