Gawat! HIV Merajalela, Dimana Peran Negara?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Mata terbelalak, hati merasa sedih dan tubuh yang bergidik ngeri saat membaca berita yang terjadi baru-baru ini. Bagaimana tidak ngeri, jika headline berita menampilkan judul "Ratusan Kasus HIV Terjadi di Kukar, Didominasi Kalangan Homo". Seperti yang telah diberitakan dalam Koran Kaltim, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Kartanegara (Kukar) menyatakan terdapat ratusan kasus HIV baru di kabupaten Kukar. Mayoritas penderitanya adalah homo alias Lelaki Seks Lelaki (LSL).
Kepala Bidang Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kukar, Supriyadi menyatakan tahun 2022 hingga Agustus 2024 lalu, terdapat 344 kasus baru, sementara yang melakukan pengobatan berjumlah 310 jiwa. Dinkes mengatakan beberapa faktor penyebab terjadinya HIV yaitu waria, Pekerja Seks Komersial (PSK), LSL, pengguna jarum suntik, dan ibu hamil yang berhubungan intim dengan pengidap HIV. Namun mirisnya, paling banyak yang mengidap HIV adalah LSL karena mereka sering bergonta-ganti pasangan.
Dinkes telah bekerja sama dengan komunitas dan LSM Mahakam Plus untuk aktif mengadakan sosialisasi pencegahan HIV bergilir di 18 kecamatan, terutama di sekolah-sekolah. Sementara itu, pengobatan rutin tetap dilaksanakan dengan menjalani terapi perbulannya dan mengkonsumsi obat rutin agar dapat menjalani aktivitas.
Gawat!Â
Jumlah kasus pengidap HIV yang mengalami peningkatan, hanya memperlihatkan di salah satu kabupaten di Indonesia. Bagaimana di daerah-daerah lain? Tentu jumlahnya jauh lebih banyak. Menurut survei yang dilakukan oleh katadata kepada 10 provinsi, ada 16 ribu kasus HIV/AIDS baru di Indonesia. Provinsi dengan jumlah pengidap HIV terbanyak jatuh kepada Jawa Barat. Bahkan menurut Kemenkes sendiri, ada 500 ribu lebih kasus HIV yang terekam hingga September 2023.
Adapun usia terbanyak pengidap HIV adalah berusia 25-49 tahun, yang artinya mereka masih berusia muda. Tingkat kematian akibat HIV/AIDS juga cukup tinggi. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2023, ada 630.000 orang yang meninggal dunia akibat HIV. Alhasil, fenomena kasus HIV ini ibarat gunung es, jumlah kasus yang tercatat hanyalah menunjukkan sebagian kecil dari kasus-kasus lainnya yang tidak tercatat. Gawat bukan?
Memang, telah banyak sosialisasi yang digencarkan oleh lembaga terkait. Namun sayangnya, sosialisasi-sosialisasi tersebut tidak menyentuh akar persoalan terhadap melonjaknya kasus HIV. Solusi-solusi yang dihadirkan oleh pemerintah dan lembaga terkait hanya berfokus kepada penanganan korban. Apalagi hingga kini, obat untuk menyembuhkan kasus HIV belum ditemukan. Akhirnya orang-orang yang mengidap HIV hanya tinggal menunggu waktu akan kematiannya.
Jika kita mau teliti, akar masalah dari banyaknya kasus HIV yang dominan disebabkan oleh LSL, sejatinya disebabkan oleh prinsip hidup yang dianut oleh setiap individu hari ini dan dilegalkan oleh negara. Prinsip hidup tersebut adalah liberalisme dan hedonisme yang merupakan buah dari sistem kapitalisme sekulerisme. Prinsip liberalism dan hedonisme telah meniscayakan budaya seks bebas yang tumbuh subur di kalangan generasi.