Mahasiswa: Terdepan Menjadi Agen Perubahan
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Hampir pukul 18.00 Wita, suasana di depan Kantor DPRD Kaltim memperlihatkan kondisi yang cukup panas. Hal ini karena ratusan mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa mulai merangsek masuk ke Gedung Parlementer yang berada di Jalan Teuku Umar, Kota Samarinda. Para mahasiswa tersebut mulai memanjat pagar yang telah dilapisi kawat tipis, membakar ban dan mengatur barisan.
Akibatnya arus lalu lintas di sepanjang Jalan Teuku Umar mengalami kemacetan. Polisi dan tiga water cannon yang disiagakan telah berposisi standby. Polisi pun mengimbau agar mahasiswa tidak memanjat pagar demi menjaga keselamatan dan menjaga shalat maghrib. Namun imbauan tersebut tidak digubris oleh para mahasiswa. Mereka terus berusaha merangsek masuk ke Gedung DPRD Kaltim untuk menyuarakan tuntutan pengesahan RUU Perampasan Aset, pengesahan RUU Masyarakat Adat, dan penolakan hak guna usaha (HGU) 26 ribu hektare tambang oleh PBNU di PT Kaltim Prima Coal (KPC), hingga mengecam tindakan represif aparat terhadap massa aksi demonstrasi.
Karena mahasiswa tidak menggubris imbauan dari polisi, tiga water cannon pun disemprotkan ke barisan mahasiswa sehingga barisan tersebut terpecah. Mirisnya, terdapat video seorang mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Samarinda yang dipukul oleh aparat saat hendak memaksa masuk. Aksi pemukulan tersebut telah direkam oleh akun @aksikamisankaltim dan viral di laman Instagram. (Tribunkaltim.co 26 Agustus 2024)
Terdepan Menjadi Agen Perubahan
Berbicara tentang mahasiswa, maka banyak orang mengartikan bahwa mahasiswa adalah intelektual muda, lidah penyambung masyarakat dan agen perubahan dalam mewujudkan negara bangsa yang adil dan peduli akan nasib rakyatnya. Mahasiswa juga memiliki karakter yang berani, kritis dan optimis akan perubahan bangsanya.
Oleh karenanya, tak heran jika setiap tahunnya banyak mahasiswa yang memindahkan jam kuliah mereka di jalan-jalan demi menuntut perubahan kebijakan pemerintah yang ditengarai mengandung kezaliman. Semua ini dilakukan karena mahasiswa sesungguhnya juga bagian dari masyarakat dan setelah lulus akan mengabdi kepada masyarakat.
Mengenai aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa untuk menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan melalui kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sesungguhnya merupakan upaya yang baik. Namun baik belum dikatakan cukup jika akar masalah dari mudahnya pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang zalim tidak dituntaskan. Sejatinya akar masalah dari banyaknya kebijakan zalim yang dikeluarkan pemerintah hari ini adalah buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler kapitalisme yang wataknya jauh dari nilai agama dan pro dengan kapitalis oligarki.
Apa peduli mereka dengan masyarakat adat? Penguasa justru nampak lebih peduli kepada oligarki atau kapitalis yang memberikan milyaran dana untuk proyek pembangunan negara. Atas nama investasi dan Proyek Strategis Nasional (PSN), oligarki yang didukung regulasi terkait bebas menggusur lahan yang telah dihuni lama oleh masyarakat adat. Begitupun mengenai UU Perampasan Aset. Watak penguasa dalam sistem demokrasi bukan sebagai pelayan atau pengurus rakyat, melainkan mereka hanya menjadi antek-antek oligarki yang sibuk memperkaya diri dan keluarga. Ini karena asas kepemimpinan dalam demokrasi hanyalah meraih kekuasaan semata. Bukan menjadikan kekuasaan untuk menegakkan hukum agama dan mengayomi rakyat.