Kekerasan Anak Meningkat, Bagaimana Solusi Tepat?
Oleh : Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Anak adalah generasi yang menjadi pilar pembentuk peradaban. Jika anak sejak dini disiapkan menjadi pemimpin dan ditanamkan bekal agama, maka anak akan tumbuh menjadi seseorang yang bertakwa (memiliki rasa takut kepada Pencipta-Nya) sekaligus pintar dalam ilmu pengetahuan yang akan memberikan kontribusi besar kepada peradaban. Akan tetapi, apa jadinya jika masa depan anak telah dirusak dengan kasus kekerasan yang dialami anak?
Seperti halnya yang terjadi di Tana Paser, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kapubaten Paser, Amir Faisol, pada Kamis (12/3/2024) mengatakan terdapat peningkatan kasus kekerasan anak dan perempuan pada tahun 2023, yakni 25 kasus kekerasan anak dan perempuan dibanding tahun 2022 ada 22 kasus. Amir mengungkapkan dari 25 kasus, 14 kasus diantaranya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak, kekerasan fisik 3 kasus, kekerasan psikis 8 kasus dan kasus terhadap perempuan dewasa sebanyak 10 kasus.
Amir mengaku prihatin atas kondisi ini. Ia mengajak semua pihak dapat berpartisipasi dalam menekan lajunya kasus kekerasan anak. Pemda Paser, kata Amir, telah berupaya menekan kasus kekerasan dengan beberapa kegiatan penyuluhan ke sekolah-sekolah melalui program Sekolah Ramah Anak dengan menyosialisasikan larangan bullying atau perundungan di lingkungan sekolah.
Pemda Paser, lanjut Amir, juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di 24 desa. Satgas PATBM beranggotakan masyarakat desa yang bertugas melakukan penyuluhan dan mediasi kasus di tingkat kabupaten. Tahun 2024 ini jumlah Satgas PATBM akan ditambah. Amir menegaskan semua upaya ini dalam rangka mewujudkan Kabupaten Paser Layak Anak. (Media Center Paserkab.go.id. 20 Maret 2024).
Gawat!
Sesungguhnya berbagai upaya yang digalakkan untuk menekan kasus kekerasan anak dengan membentuk Sekolah Ramah Anak dan Satgas PATBM hingga menyandang gelar Kota Layak Anak (KLA) sudah cukup baik. Akan tetapi, berbagai upaya ini tidaklah cukup dalam memberantas kasus kekerasan anak yang sudah sedemikian gawat dan mengkhawatirkan. Sejatinya akar masalah dari maraknya kasus kekerasan anak adalah sistem kehidupan di negeri ini yang beraroma liberal dan sekuler. Bagaimana tidak disebut sekuler dan liberal jika para pelaku kekerasan hari ini memiliki pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan dan bertingkah laku sebebas-bebasnya demi memuaskan hawa nafsu.
Pemikiran sekuler dan liberal ini juga membuat siapa pun bebas membuat dan mengakses konten-konten pornografi. Akibatnya, setiap orang yang menonton akan muncul dorongan untuk melampiaskan hawa nafsunya secara bebas sekalipun kepada keluarganya sendiri. Naudzubillah. Belum lagi pemikiran sekuler dan liberal ini, kemudian ditopang oleh sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Kapitalisme memandang bahwa kenikmatan tertinggi adalah kesenangan duniawi yang diraih sebebas-bebasnya.
Kapitalisme juga memiliki sistem ekonomi yang berprinsip bahwa sesuatu (barang) yang menghasilkan keuntungan besar, maka sesuatu itu akan terus diproduksi sekalipun sesuatu tersebut membawa dampak kerusakan yang banyak seperti misalnya industri pornografi, miras, dan narkoba yang legal di negeri yang menerapkan sistem kapitalis ini.
Alhasil kejahatan dan kekerasan kepada anak akan terus ada selama akar masalahnya yaitu sistem kapitalisme sekuler nan liberal hari ini yang melegalkan kebebasan bertingkah laku dan dan mengagung-agungkan kesenangan duniawi semata. Memang, sudah ada aturan di negara ini yang mengatur kejahatan dan memberikan sanksi atas pelaku kekerasan anak.
Namun anehnya, kasus-kasus kekerasan anak bukannya berkurang, justru semakin banyak. Itu artinya hukuman yang ada tidak membuat jera. Oleh karena itu, berbagai pihak terkait seharusnya meneliti akar masalahnya yaitu sistem kapitalisme, berusaha mencampakkan sistem melirik alternatif solusi lain. Tidak cukup rasanya hanya memberikan perlindungan kepada korban sedangkan motif yang membuat pelaku berbuat jahat yaitu sistem sekuler nan liberal tidak diberantas.