Mohon tunggu...
Hanifah Tarisa
Hanifah Tarisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penghinaan Nabi Terjadi Lagi, di Mana Peran Toleransi?

19 Maret 2024   05:11 Diperbarui: 19 Maret 2024   22:12 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

           Sekulerisme, suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan juga menjadi penyebab makin beraninya musuh-musuh Islam membenci dan menghina Islam secara terang-terangan. HAM menjadi legitimasi mereka dalam melakukan perbuatan karena HAM menjamin kebebasan berekspresi dan bertingkah laku. Dari sinilah nampaknya yang menjadi penyebab mengapa kasus-kasus penghinaan Nabi dan Islam tidak pernah digubris secara tegas. Pemboikotan dan pengecaman dari berbagai pihak tetap tidak merubah keadaan karena tidak adanya tindakan tegas dari Pemerintah yang menghukum para pelaku penghinaan agama ini. Bisa dipastikan di masa-masa yang akan datang kasus-kasus ini akan terulang kembali.

            Jika para pelaku penghinaan Nabi selalu menyoroti tentang pernikahan Nabi dengan Aisyah yang saat itu masih muda belia maka hal ini perlu kita jawab bahwa budaya Arab saat itu adalah menikahkan anak-anak gadisnya tanpa batasan usia. Ketika anak gadisnya telah siap secara ilmu dan mental maka mereka akan langsung dinikahkan. Justru para orang tua Arab sangat marah jika anak gadisnya memiliki hubungan dengan lelaki di luar pernikahan. Oleh sebab itu budaya pada masa lalu tidak bisa disamakan dengan konteks budaya sekarang.

            Dalam Islam pun kesiapan menikah tidak dibatasi masalah usia. Standar menikah dalam Islam adalah kesiapan mental, kesiapan ilmu tentang pernikahan, kesiapan materi dan fisik. Jika menikah dibatasi dengan usia berapa banyak manusia yang mengalami perceraian padahal pernikahan baru seumur jagung. Oleh sebab itu penghinaan yang mereka layangkan terhadap Nabi tentu hanya berasal dari kebencian dan kedengkian hati mereka terhadap Islam tanpa pernah menggali sumber ajaran Islam itu sendiri.

Hukuman untuk Penghina Nabi 

            Setiap muslim sudah seyogyanya mengimani Allah dan Rasul-Nya Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah tanda keimanan seorang Muslim. Jika ia mengaku Muslim, namun dalam kesehariannya ia menyekutukan Allah dan enggan mengikuti sunnahnya maka dapat dipastikan keislamannya menjadi batal dan ia termasuk golongan kufur. Tidak cukup mengimani, seorang Muslim juga harus mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri.

Dari Anas ra., ia berkata Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia yang lainnya. (Mutafaq 'alaih)

            Kelak di hari kiamat seseorang akan dikumpulkan bersama yang dicintainya di dunia. Ketika ia mencintai Rasul-Nya maka kelak Allah akan mengumpulkannya bersama dengan Rasul dan mendapat syafaatnya. Setiap yang mencintai tentu akan marah jika yang dicinta dihina dan dinistakan. Selayaknya seorang anak yang marah jika ibu bapaknya dihina, maka seorang Muslim wajib marah atas semua pelecehan dan penghinaan yang terjadi terhadap agamanya. Misal saat kehormatan Islam dilecehkan, Nabi dihina dan dinistakan, saat saudara-saudara Muslim dibantai dan disiksa tanpa belas kasihan oleh musuh-musuh Islam, dan sebagainya kita wajib marah. Rasulullah pun bisa marah dalam kondisi tertentu "Sungguh, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah marah terhadap sesuatu. Namun, jika larangan-larangan Allah dilanggar, tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi amarah beliau." (HR al-Bukhari dan Muslim).

            Para ulama telah sepakat bahwa hukum menghina Nabi jelas haram dan pelakunya dihukumi kafir atau murtad dan wajib dibunuh. Namun di tengah kondisi saat ini umat Islam tentu belum bisa menghukum pelaku penghina Nabi dengan tegas sebab syariat Islam belum diterapkan hari ini.

            Dengan demikian umat Islam butuh perisai yang akan melindungi dan menjaga kehormatan mereka. Perisai itu adalah Khalifah dalam naungan system Islam sebagaimana saat Sultan Abdul Hamid II yang sanggup membatalkan drama pementasan karya Voltaire yang menghina kemuliaan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Sungguh umat Islam tidak boleh diam atas kemngkaran yang terjadi dan harus bersegera untuk memperjuangkan tegaknya Khilafah dalam sistem kehidupan mereka agar mereka tidak lagi diinjak kehormatannya dan bisa membawa ketinggian Islam dalam kehidupan. Wallahu 'alam bis shawab. []

Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 13 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun