Hadis di atas telah menunjukkan bahwa SDA haram untuk dimiliki secara pribadi. Negara mesti mengelola sendiri dan hasilnya untuk kepentingan rakyat. Baik berupa subsidi kebutuhan pokok atau kebutuhan rakyat lainnya. Gas elpiji yang merupakan kebutuhan pokok rakyat, sudah semestinya diberikan oleh negara secara mudah, murah dan tidak perlu dengan administrasi yang sulit. Semua warga negara berhat mendapatkan tanpa terkecuali.
Selain itu negara juga memastikan tidak ada penimbunan yang dilakukan oleh warganya karena semua warga telah tercukupi kebutuhannya. Sebagaimana hadis Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam:
"Siapa saja yang menimbun, dia berbuat kesalahan." (HR Muslim). Al-Muhtakir (orang yang menimbun) adalah orang yang mengumpulkan barang, menunggu harganya mahal, lalu dia jual dengan harga tinggi. Maka solusi mengatasi masalah penimbunan adalah penimbun dijatuhi sanksi ta'zir yang ditentukan oleh Khalifah. Dia dipaksa untuk menawarkan dan menjual barangnya kepada konsumen dengan harga pasar, bukan dengan dipatok harganya oleh negara.
Demikianlah solusi fundamental Islam dalam mengatasi persoalan gas yang langka dan mahal. Tentunya paradigma kepemimpinan politik dalam Islam adalah mengurusi umat sehingga menghasilkan pemimpin-pemimpin yang kapabilitas, bertakwa dan senantiasa menunaikan amanah kepemimpinan dengan maksimal karena takut akan pertanggungjawaban Allah kelak di akhirat. Bukan seperti pempimpin dalam sistem demokrasi kapitalis yang menjadikan paradigma mengurusi umat adalah beban yang akhirnya sulit memenuhi kebutuhan rakyatnya sendiri. Masihkah kita sudi ditipu berulang kali oleh sistem demokrasi yang zalim ini? Wallahu 'alam bis shawab.
Sumber: Koran Swara Kaltim Edisi 11 Januari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H