Perempuan Berdaya di Sektor Publik, Benarkah Sejahtera?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti (Mahasiswi)
"Perempuan Kaltim ini hebat. Sekda (Sekretaris Daerah) Provinsi pertama di Indonesia ada di Kaltim. Sekda sekarang pun perempuan. Perempuan Kaltim sudah pantas disebut perempuan Indonesia maju." Puji Hadi Mulyadi Wakil Gubernur Kaltim saat memberi arahan pada pelantikan DPD Perempuan Indonesia Maju (PIM) Provinsi Kalimantan Timur periode 2022-2027 yang di gelar di Ruang Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim (10/6/2022).
Tidak cukup di Pemerintahan, seorang pengusaha perempuan asal Kaltim menjadi eksportir pertama lidi nipah ke sejumlah negara di Eropa, Asia dan Timur Tengah. Hadi juga memberikan contoh lain yaitu saat terpilihnya siswi asal Kaltim yang lolos masuk ke Akademi Angkatan Udara. "Sebelumnya tidak pernah terjadi siswi asal Kalimantan yang bisa masuk. Harapan kami PIM bisa membantu kemajuan Kaltim dan Indonesia." Tegas Hadi.
Pada masa kini perempuan mulai diberdayakan dan didorong untuk memimpin di berbagai sektor strategis di Publik. Baik pada sektor Pemerintahan maupun sektor bisnis. Hal ini lah yang menjadi sebab berdirinya organisasi Perempuan Indonesia Maju (PIM) yang bertujuan untuk mewujudkan Perempuan Indonesia agar memiliki kesempatan yang sama dan sejajar dalam berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan Negara. Organisasi ini telah melebarkan sayapnya sejak tahun 2019 dan aktif mendukung program pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan keterwakilan perempuan Indonesia di setiap aspek kehidupan.
Namun benarkah peran perempuan di sektor publik dapat memecahkan berbagai problem negara yang terjadi saat ini? Apakah perempuan di masa kini bisa sejahtera ketika mereka terlibat dalam setiap sisi kehidupan?
Kapitalisme Merusak Fitrah Perempuan
Sekilas tujuan yang hendak diraih oleh PIM sangat mulia dan mengangkat martabat perempuan. Perempuan dinilai semakin berdaya dan bermanfaat bila ia bisa menghasilkan materi dan berkontribusi dalam sektor publik. Â Namun jika melihat fakta yang terjadi saat ini masih banyak perempuan yang mengalami diskriminasi. Mereka dituntut menjadi tulang punggung keluarga, bekerja siang malam demi memenuhi kebutuhan tak peduli pekerjaannya halal atau kah haram dalam pandangan agama. Belum lagi kasus pelecehan dan kekerasan seksual pada perempuan semakin masif terjadi.
Tidak sedikit juga perempuan yang menitipkan anaknya kepada orang tuanya atau pengasuh agar bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan namun di satu sisi banyak anak yang mengalami kerusakan pergaulan dan krisis identitas karena tidak mendapat pengasuhan dan bimbingan agama oleh orang tuanya, sehingga berpotensi munculnya anak-anak yang tumbuh menjadi generasi individualis dan hedonis.Â
Sungguh ironi ketika perempuan seharusnya menjadi pendidik generasi yang berkualitas namun mereka justru diposisikan hanya sebagai penghasil materi. Inilah bukti jahatnya sistem Kapitalisme ala Barat. Sistem Kapitalisme telah merongrong setiap orang untuk menuhankan materi dan menjadikan materi sebagai standar penilaian manusia agar bermanfaat.Â