Mohon tunggu...
Falishach
Falishach Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajarr

Cerita ini, diambil dari sedikit pengalaman di hidupku….

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Pintu Hujan (Bagian 1)

2 Desember 2024   14:29 Diperbarui: 2 Desember 2024   14:35 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Pada suatu sore sepulang sekolah, Sora merebahkan dirinya di kasur. Kamar kecilnya terasa hangat, diterangi cahaya matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat. Ia menatap layar ponsel dengan penuh konsentrasi, jemarinya bergerak cepat.
Game favoritnya hampir mencapai klimaks---ia hanya perlu beberapa langkah lagi untuk menang.Namun, di tengah ketegangan itu, layar ponselnya tiba-tiba redup.

"Yah, baterainya lowbat," keluh Sora, melemparkan ponsel ke samping dengan kesal. Ia bangkit perlahan, menyambungkan ponselnya ke charger, lalu menjatuhkan diri kembali ke kasur.
Tak lama kemudian, suara ibunya terdengar samar dari luar kamar. "Sora, tolong belikan ibu telur di pasar!"
Sora menghela napas panjang, menatap ke arah ponselnya yang sedang diisi daya.

"Padahal mau main lagi..." gumamnya, sebelum menyerah pada panggilan tugas. Ia meraih jaket dan dompet kecilnya, bersiap keluar rumah.
Langit sore itu tiba-tiba tampak mendung, pertanda hujan mungkin akan turun. Jalan menuju pasar cukup ramai. Suara deru kendaraan, pedagang kaki lima yang menawarkan dagangan, dan aroma gorengan bercampur menjadi satu. Sora menikmati suasana itu sambil berjalan santai.
Setibanya di pasar, ia langsung menghampiri seorang pedagang.

"Bu, saya beli telur satu kilo," katanya.
Setelah menerima bungkusan telur, Sora bergegas pulang. Namun, baru beberapa langkah meninggalkan pasar, hujan deras tiba-tiba mengguyur tanpa peringatan. Ia berdoa turun hujan sambil melindungi bungkusan telurnya dengan kedua tangan, berlari kecil di tengah derasnya hujan.
Di tengah perjalanan, ia melihat sebuah pos kecil di tepi jalan yang tampak sepi.

"Untung ada tempat berteduh," gumamnya lega. Ia berlari masuk ke dalam pos, meletakkan bungkusan telurnya di salah satu sudut.
Namun, saat ia memandang ke sekitar, sesuatu terasa ganjil. Pos itu terlihat bersih, bahkan tidak sedikit pun basah oleh hujan. Ada ukiran aneh di salah satu tiangnya, seperti simbol yang tidak ia kenal. Ia mengabaikannya, berpikir ini hanya khayalannya saja.

"Kok tadi aku nggak lihat pos ini waktu berangkat? Ah, yang penting aku bisa berteduh," katanya, lebih kepada dirinya sendiri.
Saat ia memejamkan mata sejenak, lalu membukanya, pandangannya tiba-tiba buram. Rasa pusing menyergapnya, membuatnya harus bersandar pada dinding pos. Ketika ia memejamkan dan membuka mata kembali, hujan di luar telah berhenti. Bahkan, pakaiannya yang tadi basah kuyup sekarang kering sepenuhnya.

"Hah? Sudah berhenti? Dan... pakaianku kering?" Sora bergumam, bingung. Ia mengambil bungkusan telurnya, bersiap kembali ke rumah.
Namun, semakin ia berjalan, semakin ia merasa ada yang salah. Jalanan yang ia lewati terlihat mirip dengan sebelumnya, tetapi rumahnya tak kunjung terlihat.

"Perasaan rumahku nggak jauh-jauh amat. Kok, nggak sampai-sampai?" gumamnya, rasa cemas mulai menjalari pikirannya.
Sora memutuskan untuk kembali ke pos kecil itu, berharap ia hanya kelewatan rumahnya karena terlalu terburu-buru. Ia melangkah masuk sambil mengelap keringat di dahi.

"Hadeuh, capek banget. Rumah kok nggak ketemu-ketemu," gumamnya sambil menjatuhkan tubuh ke bangku kayu di dalam pos. Ia menatap bungkusan telur di sampingnya dan menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.
Tapi matanya tiba-tiba menangkap sesuatu.

"Eh, tadi kayaknya nggak ada ini deh?" gumamnya sambil mendekati salah satu dinding pos.
Ada ukiran kecil yang hampir tak terlihat di permukaan kayu kusam. Ia menyipitkan mata, mendekatkan wajahnya agar bisa membaca lebih jelas. Tulisan itu terlihat acak-acakan, seperti ditulis seseorang yang terburu-buru.

"Dunia Mawar..." bisiknya pelan, berusaha memahami kata-kata yang baru saja ia baca. Tanpa peringatan, sebuah cahaya merah terang tiba-tiba muncul di tangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun