Arman cepat membalas, "Jujur aja, gue sering buka Instagram terus liat postingan yang tulisannya 'yang like video ini ku doain hafalan lancar' atau 'yang like video ini ku doain sukses'. Emang salah?" tanyanya dengan polos.
Kean menahan tawa dan mengetik lagi, sedikit lebih lama kali ini. "Yah, salah sih enggak, tapi gak bakal bantu juga. Coba lo bagi jadi bagian kecil, terus ulang terus sampe lo bosen. Kalo udah bosen, berarti itu mulai nempel."
Arman terkekeh melihat balasan itu. Meski saran Kean terkesan datar, ada kepedulian di balik kata-katanya.
Arman: "Noted, bro. Gue bakal coba. Makasih!"
Kean: "Yoi. Tapi inget, jangan kebanyakan skrol IG lagi."
Setelah Kean selesai menceritakan percakapannya dengan Arman, suasana di kelas hening sejenak, hanya terdengar napas tertahan para murid yang terpesona oleh cerita sang ustadz.
Tiba-tiba, seorang murid di barisan tengah berseru dengan nada polos, "Ustadz, aku juga suka nge-like postingan di Instagram yang bilang 'yang like video ini ku doain hafalan lancar!'"
Kelas pun meledak dengan tawa riang, beberapa murid lainnya ikut tertawa sambil mengangguk setuju. Kean tersenyum, menggelengkan kepala pelan sambil menahan tawa.
Kean menunggu tawa di kelas mereda sebelum kembali berbicara. Senyumnya mengembang, mencerminkan rasa bangga yang tak terbantahkan.
"Ya, dulu Arman juga begitu," lanjutnya, suaranya tenang namun penuh makna. "Tapi setelah percakapan itu, ia mulai mengubah caranya belajar. Ia berusaha keras, sedikit demi sedikit, menghafal dengan lebih fokus dan konsisten. Ada hari-hari di mana ia nyaris menyerah, tapi dia terus maju. Setiap hafalan kecil yang berhasil diingatnya memberinya semangat untuk menghafal lebih banyak."
Murid-murid mendengarkan dengan takzim, terpaku oleh kisah perjalanan Arman yang tampaknya tidak mudah.