Mohon tunggu...
Falishach
Falishach Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajarr

Cerita ini, diambil dari sedikit pengalaman di hidupku….

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menerima yang Tak Terduga

28 Oktober 2024   09:51 Diperbarui: 21 November 2024   10:46 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sabtu pukul satu siang pada bulan Juli di dalam ruang kelas yang bertuliskan SMA kelas sebelas, sedang berlangsung pembelajaran terakhir. Azaria memainkan pensilnya, mengetuk-ketukkan ujungnya ke meja sambil memandangi papan tulis dengan tatapan lelah. Pelajaran terakhir ini terasa seperti waktu yang melambat, membuat matanya hampir terpejam...

Risa menyikut lengan Azaria pelan, mengajaknya berbicara sambil menahan suara agar tidak terdengar oleh guru.
"Eh, udah isi lembar masa depan?" tanya Risa sambil menunjuk lembar miliknya. Lembar masa depan itu adalah tugas yang harus diisi setiap siswa tentang rencana mereka setelah lulus---mulai dari cita-cita, kampus impian, sampai hal-hal kecil seperti hobi yang ingin mereka kembangkan.
Azaria tersenyum tipis, bangkit dari kursinya, dan berjalan ke meja guru untuk menyerahkan lembar tersebut.
"Wih, keren banget! Bantuin dong!"
Azaria tertawa. Dia melihat lembar masa depan Risa yang masih banyak kolom kosong. Di situ ada kolom nama, kelas---yang sudah terisi---dan beberapa kolom lainnya yang masih kosong dan misterius. Yang menjadi hambatan Risa tentu saja di kolom kedua, dan ia meminta Azaria untuk membantunya. Padahal Azaria tahu kalau temannya itu sangat pandai di berbagai mata pelajaran, selalu mendapatkan nilai sempurna, dan bahkan Azaria sering diajari oleh temannya itu.
Aku kasih saran atau nasihat saja ya," jawabnya, membuat raut wajah temannya langsung berseri. Setelah urusan tentang masa depan selesai, pikiran Azaria kembali melayang ke masa SMP. Saat itu, ia hanyalah seorang gadis yang kebingungan, tanpa gambaran jelas tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Kini, meski jalannya belum sepenuhnya terang, setidaknya ia sudah memiliki arah yang ingin ia tuju.
Lambat laun, sesuatu yang aneh terjadi. Seiring dengan meningkatnya keseriusan Azaria dalam belajar IPA, ia mulai menemukan keindahan dan keajaiban dalam ilmu pengetahuan alam. Ia mulai menyadari bagaimana konsep-konsep yang dipelajarinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Azaria terpesona oleh cara alam semesta bekerja, kompleksitas ekosistem, dan inovasi yang lahir dari penelitian ilmiah.
Salah satu momen yang mengubah pandangannya terjadi saat ia mengikuti proyek penelitian tentang perubahan iklim. Melalui proyek tersebut, Azaria bekerja sama dengan siswa-siswa lain untuk mengumpulkan data, menganalisis pola cuaca, dan mencari solusi untuk masalah lingkungan. Ia merasakan kebanggaan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Di tengah perjalanan itu, Azaria mulai memahami bahwa IPA bukan hanya tentang angka dan rumus, tetapi tentang memecahkan masalah nyata dan membuat perubahan positif di dunia. Ia menyadari bahwa ilmu pengetahuan alam memiliki kekuatan untuk mengubah hidup dan masa depan.
Akhirnya, dengan tekad yang kuat dan semangat yang membara, Azaria mengisi lembar masa depannya tanpa ragu-ragu. Dukungan penuh dari kedua orang tuanya menambah keyakinannya. Setelah mengumpulkan lembar masa depan itu, ia memutuskan untuk merahasiakan ketidaksukaannya terhadap IPA di masa lalu, karena kini Azaria sudah sangat menikmati bakat yang ia miliki.
Terkadang, dengan menerima dan mendalami bakat kita, kita bisa menemukan makna dan kepuasan yang tak terduga. Meskipun kita mungkin merasa terjebak dalam peran yang tidak kita inginkan, dengan keberanian untuk menjelajahi dan memahami lebih dalam, kita bisa menemukan tujuan sejati dan menjalani hidup dengan penuh semangat.
Azaria menatap tulisan di kolom ketiga pada lembar masa depannya yang belum ia serahkan kepada guru. Dengan perasaan berdebar, ia mengumpulkan lembar itu, tersenyum kepada temannya yang memasang wajah memohon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun