Dulu, sebelum ibu wafat, aku selalu bersama ibu dalam segala keadaan baik suka maupun duka. Kita saling bertukar cerita setiap harinya tentang kegiatan kita masing-masing, tak pernah lupa kita pun tertawa bersama ketika ada cerita lucu dan menyenangkan. Bahkan, kita juga makan bersama baik dengan satu piring berdua ataupun di piring masing-masing, tetapi tetap dalam kehangatan yang tak terucapkan. Kita juga sering berbagi cerita duka, saling meminta masukan, dan mencari solusi bersama dalam setiap langkah atau keputusan yang diambil.
Selama aku menempuh pendidikan S2, aku selalu memilih untuk cepat pulang ke rumah agar bisa menemani ibu. Tak jarang, aku membelikan buah tangan untuk ibu apa pun yang ibu suka dan yang baik untuk kesehatannya. Rasanya seperti ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat senyum lebar ibu, senyum yang selalu bisa membuatku merasa tenang, seakan dunia ini milik kami berdua.
Namun kini, senyum lebar ibu itu tinggal sebuah kenangan. Suara ibu yang dulu begitu indah dan menenangkan, kini hanyalah gema yang hilang seiring waktu. Dan saat aku sedang menulis penelitian yang kelak akan kujadikan buku ini, sebuah bagian yang dulu kami bahas berdua, aku merasa seperti terhenti sejenak. Rindu yang begitu mendalam tiba-tiba datang, menyentak jantungku.
Aku teringat betul, bagaimana ibu selalu menemani setiap langkahku, seperti ketika menulis tesis, ibu selalu ada di sampingku, memberikan perhatian dan dorongan. Bahkan ketika aku terpuruk dan merasa gagal, ibu tak pernah ragu untuk mengingatkan bahwa setiap kesulitan adalah bagian dari proses menuju kedewasaan. Ibu yang selalu tahu apa yang harus dikatakan, kapan harus memberi ruang, dan kapan harus mendorong.
Sekarang, ketika aku menulis penelitian ini, yang kelak akan menjadi buku, rasanya seperti ada yang hilang. Betapa aku sangat merindukannya. Dalam setiap kalimat yang kutulis, seolah ada ibu di sana sedang membaca, memberi penilaian, dan berbicara denganku dalam diam. Tapi suara ibu itu tak ada lagi. Aku merasa sepi.
Bukan hanya di bagian putusan-putusan pengadilan itu aku merasa kehilangan. Setiap bagian penelitian ini seperti menggambarkan perjalanan kami bersama ibu, yang dengan sabarnya selalu ada untukku. Ibu yang mengajarkan aku untuk tegar dan mencintai apa yang aku lakukan, tanpa mengharapkan penghargaan dunia. Sekarang, penelitian ini menjadi saksi bisu perjalanan hidupku tanpa kehadiran ibu.
"Ibu, kemana aku bisa menemuimu?" adalah pertanyaan yang selalu ada di benakku. Tidak ada jawaban yang memuaskan. Mungkin ibu telah pergi, tapi kenangan kita selalu hidup dalam setiap langkah yang aku ambil. Dalam setiap helaan napas, ibu ada di sana, mengajarkan aku untuk tidak pernah menyerah, bahkan ketika rindu itu datang begitu mendalam.
Aku menatap layar laptopku, di mana penelitian ini sedang kususun. Sejenak, aku merasakan kedamaian. Ibu mungkin tak lagi ada di sini secara fisik, tapi dalam setiap kata yang kutulis, aku merasa ibu ada di sampingku. Aku akan terus menulis, menuntaskan penelitian ini, sebagai penghormatan terakhir untuk ibu, yang selalu menjadi sumber kekuatanku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H