Pada tahun 1998, krisis finansial Asia mengguncang Indonesia, menyebabkan nilai rupiah anjlok drastis. Dampaknya sangat terasa oleh keluarga yang bekerja di sektor-sektor tersebut, dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan lonjakan harga barang-barang kebutuhan pokok. Banyak keluarga yang kehilangan stabilitas keuangan mereka dan terpaksa berhemat atau bahkan berutang untuk bertahan.
Adapun dampak langsung pada kehidupan keluarga di Indonesia, yakni:
Pendapatan Keluarga Terancam: Dimana ketika krisis global menghantam, banyak perusahaan akan merasakan dampaknya. Penurunan kinerja perusahaan akibat masalah rantai pasok, biaya produksi yang meningkat, atau penurunan permintaan bisa menyebabkan PHK massal. Bagi keluarga-keluarga yang anggota keluarganya bekerja di sektor-sektor yang terkait erat dengan pasar global, risiko kehilangan pekerjaan atau penurunan pendapatan sangat nyata.
Kenaikan Biaya Hidup: Hal ini tidak terlepas dari Inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga energi dan gangguan rantai pasok akan membuat harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Biaya makanan, transportasi, dan kebutuhan sehari-hari lainnya akan naik, sementara daya beli masyarakat tetap. Keluarga dengan pendapatan tetap, terutama kelas menengah ke bawah, harus berjuang untuk menyesuaikan anggaran mereka demi memenuhi kebutuhan dasar.
Dampak Psikologis: Tidak hanya berdampak secara ekonomi, krisis global juga dapat membawa dampak psikologis. Kecemasan dan ketidakpastian akan masa depan bisa menyebabkan stres berkepanjangan bagi anggota keluarga, terutama orang tua yang harus mengelola ekonomi rumah tangga. Anak-anak mungkin merasakan dampaknya secara tidak langsung, dengan kecemasan yang merambat dalam keluarga akibat berita yang mereka dengar atau suasana di rumah yang penuh tekanan.
Dari penjabaran tersebut diatas, timbul-lah pertanyaan, bagaimana keluarga di Indonesia bisa bersiap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi?
Meski ancaman Perang Dunia III dan ketidakstabilan global bukanlah sesuatu yang bisa kita kendalikan secara langsung, keluarga di Indonesia masih bisa mengambil langkah-langkah untuk bersiap menghadapi krisis, yaitu:
1. Manajemen Keuangan yang Lebih Ketat: Dimana pada saat kondisi ekonomi global tidak menentu, penting bagi keluarga untuk memperkuat manajemen keuangan mereka. Memprioritaskan pengeluaran yang benar-benar penting dan mengurangi pengeluaran yang tidak mendesak bisa membantu keluarga mengelola anggaran mereka dengan lebih baik. Membangun dana darurat juga menjadi langkah penting dalam menghadapi ketidakpastian.
2. Diversifikasi Sumber Penghasilan: Mengandalkan satu sumber pendapatan saja bisa berisiko di masa ketidakpastian ekonomi. Keluarga bisa mempertimbangkan untuk mencari sumber penghasilan tambahan, seperti memulai usaha kecil atau berinvestasi dalam instrumen yang aman. Diversifikasi pendapatan akan membantu menjaga stabilitas keuangan keluarga jika salah satu sumber penghasilan terpengaruh oleh krisis.
3. Mengelola Kesehatan Mental Keluarga: Selain mempersiapkan kondisi finansial, menjaga kesehatan mental keluarga juga penting. Hal ini tidak terlepas dari krisis global yang dapat menyebabkan tekanan mental yang tidak disadari, dan keluarga harus saling mendukung untuk menghadapi ketidakpastian ini. Menciptakan suasana rumah yang nyaman dan penuh dukungan akan membantu mengurangi stres yang diakibatkan oleh kecemasan ekonomi.
Oleh karena itu, walaupun Indonesia mungkin tidak terlibat langsung dalam konflik global, dampak ekonomi dari Perang Dunia III dan ketidakstabilan internasional pasti akan dirasakan. Keluarga-keluarga di Indonesia perlu waspada dan siap menghadapi kemungkinan krisis ekonomi yang bisa mengganggu stabilitas hidup sehari-hari. Mengelola keuangan dengan bijak, mencari sumber penghasilan tambahan, dan menjaga kesehatan mental keluarga adalah langkah penting yang bisa diambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian global.