PENDAHULUAN
Sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan interaksi untuk hidup berdampingan dan saling bekerja sama, karena sejatinya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk menjalin hubungan baik antar sesama diperlukan komunikasi yang baik pula. Interaksi tersebut tentu membutuhkan sebuah komunikasi, komunikasi tidak hanya dibutuhkan untuk berbincang tanpa arah namun juga berfungsi untuk mengungkapkan perasaan yang dirasakan, perasaan-perasaan tersebut timbul tentu karena adanya suatu alasan.
Banyak orang mengalami permasalahan untuk mengekspresikan emosinya, emosi merupakan bentuk reaksi dari perasaan yang ada. Biasanya orang-orang tersebut sulit untuk mendefinisikan apa yang mereka rasakan, bahkan sulit untuk merasakan emosi orang lain, hal semacam ini bisa kita kenal dengan istilah alexithymia.
Secara etimologis “alexithymia “ berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tidak memiliki”, “lexis” berarti “kata”, dan “thymos” berarti “emosi”. Alexithymia merupakan sebuah gejala sub-klinis dimana penderitanya tidak mampu mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan dan kurang memahami kondisi lingkungannya, sulit membedakan perasaan yang dimilikinya, merasa sulit berinteraksi dengan orang lain, sering berlebihan menggunakan logika dalam pengambilan keputusan, kurang dapat bersimpati dengan orang lain, menunjukkan kebingungan ketika menghadapi emosi orang lain, tidak tergugah oleh seni, karya sastra, atau musik, hanya memiliki sedikit memori emosional.
Penderita alexithymia memiliki kesulitan mengenali keadaan emosi yang terjadi pada diri mereka. Mereka cenderung menampilkan perasaan dari emosi yang mereka peroleh misalnya kesedihan atau kemarahan yang luar biasa, biasanya mereka kebingungan ketika menjelaskan penyebab emosinya. Penderita alexithymia bisa saja menyadari bahwa dia merasa kesal atau gelisah, tetapi tidak dapat mengidentifikasi emosi yang sebenarnya, apakah itu kemarahan, kecemasan, kekecewaan atau hal lain.
Di era milenial ini para remaja lebih rentan terhadap konflik, dikarenakan pada masa remaja mereka cenderung individualis, berpikir logis, dan idealis. Pada tahap ini mereka juga berusaha untuk menjadi pribadi mandiri untuk mencari jati dirinya. Gaya berkomunikasi remaja milenial menunjukkan pikiran simbolis berkurang atau tiada. Selain itu, daya fantasinya kurang dan kurang dapat melakukan introspeksi atau wawas diri, maka dari itu sangat penting untuk kita sebagai generasi milenial mengetahui tentang gejala alexithymia ini.
ISI
Pada era milenial ini banyak faktor yang bisa meningkatkan risiko alexithymia. Beberapa faktor penyebab meningkatnya alexithymia pada generasi milenial meliputi:
1.Lingkungan digital: Generasi milenial tumbuh dengan kemajuan teknologi digital dan media sosial yang cepat. Ketergantungan pada komunikasi digital dapat mengurangi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan emosional dan interaksi sosial langsung. Komunikasi digital yang seringkali dangkal dan tidak langsung dapat mempengaruhi kemampuan generasi milenial dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan emosi
2.Kesibukan dan tekanan: Generasi milenial seringkali dikenal dengan kehidupan yang sibuk dan tekanan yang tinggi. Persaingan dalam dunia kerja, harapan sosial, dan tanggung jawab yang kompleks dapat menyebabkan stres kronis. Hal ini dapat mengganggu koneksi emosional dengan diri sendiri dan orang lain, menyebabkan kesulitan dalam mengenali dan mengungkapkan emosi.
3.Gaya hidup yang terfokus pada pencapaian: Generasi milenial sering memiliki orientasi yang kuat terhadap pencapaian pribadi dan kesuksesan. Fokus yang berlebihan pada tujuan dan prestasi dapat mengabaikan pengalaman emosional dan menghambat kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan emosi dengan tepat.