Hallyu atau Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk budaya pop Korea Selatan yang tersebar secara global di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Adanya budaya populer Korean Wave yang masuk ke Indonesia secara tidak sadar membuat semakin meningkatnya khalayak yang mulai mempelajari budaya Korea.Â
Kebiasaan dari kepercayaan, kebiasaan dari kelompok ras dan tatanan sosial, kepercayaan atau kelompok sosial bisa disebut atau diartikan sebagai budaya. Populer sendiri diterima, disetujui, disukai oleh banyak orang, budaya populer lebih sering disebut dengan budaya pop. Jadi, Budaya populer adalah budaya yang lahir atas keterkaitan dengan media. Artinya, media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Populer yang dibicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen (Farid, 2012).
Kita semua dapat mengetahui jika media massa bagaikan sebuah alat yang dapat menyebarluaskan Korean Wave. Budaya yang diibaratkan sebagai komoditas disebarkan sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi budaya yang telah ada serta nilai yang sudah dianut masyarakat sebelumnya. Penyebaran pesan yang sangat cepat di media massa juga membuat masyarakat di berbagai wilayah bisa mengakses informasi semacam itu. Melalui perkembangan media massa, khalayak bisa dengan mudahnya mengakses informasi seputar budaya Korean Wave ini mulai dari koran, majalah, internet, ataupun media massa yang sesuai dengan khalayak inginkan.
Khalayak adalah sejumlah orang yang memiliki minat sama terhadap suatu kegemaran atau persoalan tertentu tanpa harus mempunyai pendapat yang sama, dan menghendaki pemecahan masalah tanpa adanya pengalaman untuk itu. Khalayak dalam media massa mempunyai dua pandangan, yaitu khalayak sebagai audience yang aktif dan khalayak sebagai audience yang pasif (Hadi, 2010). Pandangan teori komunikasi massa khalayak pasif dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan khalayak aktif menyatakan bahwa khalayak memiliki keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media.
Khalayak aktif memiliki ciri-ciri atau tipologi yaitu selektif terhadap media yang digunakan (selektifitas), menggunakan media untuk tujuan atau kebutuhan khusus (utilitarianisme), terdapat unsur kesengajaan atau memiliki tujuan tertentu dalam menggunakan media (intentionality), memiliki keterlibatan aktif dalam mengikuti, memikirkan, dan menggunakan media (involvement). Khalayak aktif juga dipercaya tahan terhadap pengaruh dan tidak dengan mudah dibujuk oleh media saja (impervious to influence). Khalayak aktif secara aktif memilih media yang mereka butuhkan. Khlayak aktif tidak memilih media secara asal namun berdasarkan motif dan tujuan tertentu.
Sedangkan khalayak pasif dianggap sebagai korban atas keberadaan media. Khalayak pasif tidak ikut terlibat aktif dan ambil bagian dalam diskusi publik terhadap isu-isu yang diberikan media. Khalayak pasif menerima apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari media (Wahyuningtyas, 2011). Khalayak pasif adalah khalayak yang tidak berdaya di depan media, yang berarti mereka akan menerima mentah - mentah informasi dari media serta konten yang diberikan oleh media tanpa adanya proses memilah atau menelusuri kontennya terlebih dahulu. Contohnya ketika media memberitakan salah satu idol mereka tentang terjerat skandal bullying atau khasus hoax lainnya, namun faktanya tidak seperti itu. Hal ini jelas akan memberikan dampak negatif kepada khalayak, yakni menjadi lebih terprovokasi dan dengan mudahnya terpengaruh dengan konten yang disediakan oleh media.
Jika menyinggung tentang Korean Wave, maka hal yang sering diketahui orang ialah K-Drama. Sejak tahun 2002 setelah Piala Dunia Korea Selatan dan Jepang, momen tersebut diselenggarakan di stasiun televisi Indonesia, kemudian digunakan untuk memperkenalkan drama seri Korea Selatan atau K-Drama. Trans TV menjadi stasiun televisi pertama yang menayangkan K-Drama berjudul Mother's Sea pada 26 Maret 2002. Lalu menyusul Indosiar dengan Endless Love pada 1 Juli 2002. Tercatat terdapat sekitar 50 judul drama Korea yang tayang di stasiun TV swasta Indonesia pada tahun 2011 dan terus meningkat setiap tahunnya (Putri et al., 2019).
Penyebaran Korean Wave di media sosial memiliki contoh-contoh nyata seperti perilisan video klip lagu K-pop di media sosial YouTube, penayangan film dan serial drama Korea di platform layanan streaming, influencer Korea di beragam media sosial, dan lain sebagainya. Bahkan, seorang penggemar juga dapat berinteraksi dengan idolanya melalui siaran langsung di media sosial baik secara gratis ataupun berbayar. Segala kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial berdampak kepada banyaknya jumlah masyarakat yang terpengaruh Korean Wave.
Dapat disimpulkan semakin tinggi kecenderungan mengkonsumsi suatu media maka khalayak dapat mengubah sikap atau perilaku dari masing-masing khalayak. Setiap individu juga memiliki cara tersendiri dalam menyikapi media tergantung dari pengalamannya dan memahami makna yang ia terima.
Daftar Pustaka
Farid, H. U. (2012). Media dan Budaya Populer. Komunika, 15(1). http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_537711131678.pdf