Mohon tunggu...
Hanifah Hasnur
Hanifah Hasnur Mohon Tunggu... Dosen - As a lecturer and researcher I literally love reading, writing, analyzing and lecturing.

Asisten Peneliti di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rokok, Pemuda, dan KTR

25 Mei 2016   04:46 Diperbarui: 25 Mei 2016   04:55 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saat ini, di antara kabupaten/kota di Indonesia yang mempunyai Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) hanyalah Aceh yang sampai ini belum mengesahkan peraturannya terkait KTR. Padahal amandement terkait hal ini sudah mulai disuarakan dari tahun 2010 oleh pemerintah pusat dimana Jakarta adalah provinsi pertama yang menerapkan Perda KTR di awal tahun 2011.

Bahkan sampai akhir tahun 2014 tercatat bahwa jumlah kabupaten yang sudah memberlakukan Perda KTR mencapai 171 kabupaten dan kota, di antaranya kabupaten di bawah provinsi Maluku, Bali, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, NTB dan DKI . Ironisnya, saat provinsi dan kabupaten kota lainnnya sedang berbondong-bondong menerapkan KTR. Aceh malah tertinggal sangat jauh.

Tidak jelas apakah Pemerintah Aceh menyadari betul pentingnya peraturan tertulis terkait KTR untuk dituangkan dalam Qanun, sebagaimana provinsi dan kabupaten/kota lainnya di Indonesia sudah menerapkannya.

Sebenarnya, lamanya ketok palu untuk Qanun KTR di Aceh ini sudah sangat meresahkan bagi segenap para penggiat pengendalian tembakau di Aceh. Para penggiat pengendalian rokok sadar betul bahwa apabila qanun KTR tidak di sahkan juga, provinsi Aceh akan tertinggal jauh dalam hal pengendalian tembakau.

Maka, kalau sudah begitu, benar adanya seperti yang disampaikan oleh Prof Hasbullah Thabrany, guru besar FKM UI, bahwa masyarakat kita layaknya seekor katak yang diletakkan dalam air yang perlahan-lahan dipanaskan. Selama dalam air tersebut, bahkan katak itu tidak  berusaha meloncat, karena air yang dipanaskan secara perlahan itu, tidak terlihat  dan terdeteksi sebagai hal yang membahayakan baginya. Begitu pula, masyarakat kita karena bahaya rokok yang dirasakan itu terjadi secara perlahan, maka hal itupun tidak disadari bahayanya.

Pemerintah Aceh sudah sangat komit dengan upaya amal ma’ruf nahi mungkar dalam menegakkan syariat islam di Aceh. Lalu, apakah membatasi konsumsi rokok untuk anak sekolah  dan menciptkan udara segar untuk non-perokok bukan sebagai bentuk amal ma’ruf nahi mungkar?

Dibutuhkan peran Pemda yang jelas dalam mengatur regulasi atas pengendalian konsumsi rokok di Aceh ini. Karena hal ini tidak hanya menyangkut kemaslihatan bagi perokok itu sendiri tetapi juga menyangkut kemaslihatan hidup orang banyak, karena dari 1 perokok aktif tersebut akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap 3 sampai 5 orang perokok pasif di sekitarnya.

Berbicara tentang perokok pasif tidak lain yang paling merasakan kemudaratannya di sini adalah perempuan, bayi, anak kecil dan pastinya pemuda bukan perokok. Beberapa waktu lalu, penulis mendapatkan kabar dari seorang kawan bahwa dia didiagnosis terkena pneumoniaalias terdapat flek di parunya sebagai indikasi ada masalah dengan alat pernafasannya. Padahal, penulis tau betul bahkan dia tidak pernah merokok, ternyata kemungkinan besar dia terkena  pneumoniakarena kebiasannya menghirup asap perokok dari para perokok yang ada di komunitasnya.

Seperti yang kita tau bersama bahwa anak-anak dan pemuda adalah cerminan kehidupan bangsa ini kedepan. Apabila hendak melihat Indonesia, dan Aceh khususnya 15 atau 20 tahun ke depan maka lihatlah anak-anak dan pemudanya saat ini. Apakah anak-anak dan pemudanya sudah mampuni atau sekurang-kurangnya apakah telah dipersiapkan untuk menjadi tonggak kebangkitan di masa depan? Maka, jawabnya bisa kita temukan dengan melihat kenyataan yang ada saat ini di depan kita.

Hanifah Hasnur, asisten peneliti di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (UI).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun