Namun, hal itu miris ketika perkembangan e-commerce sangat pesat di Indonesia ternyata memiliki dampak ke depan lebih hebat dan cukup berbahaya untuk segera dihadapi. Keadaan yang dihadapi dimana Indonesia belum memiliki cara yang baik untuk menguragi masuknya barang asing melalui e-commerce.
Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 2018 berdasarkan data Kementerian Perdagangan mengalami defisit pada sektor non migas 20,85 milliar dolar AS atau mengalami kenaikan 47,25% dari tahun 2017 yang sejumlah 14.16 miliar dolar AS. Hal tersebut menandakan ekspor barang China menyerbu deras ke pasar Indonesia yang berakibat defisit sangat besar.
Pemerintah perlu mengurangi defisit neraca perdangangan yang semakin parah. Defisit neraca perdagangan yang besar karena ada payung ACFTA dimana barang masuk tidak dikenakan pajak. Serbuan barang China melalui e-commerce akan lebih kencang ke depan, pemerintah perlu untuk di mengevaluasi jenis barang yang diimpor dari China dan memproduksi barang-barang yang lebih kompetitif dan berdaya saing dalam harga.
Kamuflase Investasi
China juga berusaha memperluas pengaruhnya dalam aspek keuangan dan infrastruktur yang didanai oleh bank baru China bernama AIIB (Asian Infrastructure Investment Bank) untuk memperbesar alat modal yang sangat diperlukan untuk pembangunan infrastruktur di Asia, termasuk Indonesia.
China setelah AIIB memiliki pengaruh ganda bagi Indonesia, sisi positifnya Indonesia memiliki alternatif untuk pembangunan infrastruktur dan ekonomi selain berbagai Bank Pembangunan Multi (MDB) yang sudah ada seperti IMF, ADB, IDB, dan WB. Ini berarti Indonesia akan kurang tergantung pada kondisi ekonomi Barat. Tetapi di sisi lain, kekuatan ekonomi hegemonik Tiongkok secara bertahap membuat posisi Indonesia lebih ditentukan oleh mereka.
Peningkatan investasi yang diikuti juga dengan masuknya TKA asal China secara besar-besaran tentu akan mengurangi kesempatan tenaga kerja Indonesia. Pemerintah terlalu memberikan kemudahaan TKA China karena terikat perjanjian timbal balik terkait adanya investasi Cina yang masuk ke Indonesia. Kedatangan investasi dari China seperti yang terjadi di negara lain akan berpotensi mengalami kerugian dalam dua hal, yaitu keamanan aset negara dan mengancam tenaga kerja.
Lemahnya kondisi di Indonesia terkait dengan diplomasi politik-ekonomi internasional memiliki akar yang dalam dan tidak semata-mata karena metode atau pengelolaan diplomasi yang tidak mencerminkan kepentingan nasional, tetapi juga terkait dengan paradigma berpikir dan cara hidup bangsa yang belum lebih menganut karakter nilai-nilai yang sesuai Pancasila dan Konstitusi untuk kembali ke kedaulatan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H