Sikap perawat dalam perawatan aborsi pada remaja dianggap buruk karena perawatan yang diberikan terasa seperti sekadar rutinitas tanpa ada rasa peduli pada pasien. Keadaan ini menggambarkan tidak adanya nilai altruisme sebagai nilai profesional perawat. Semestinya, perawat sebagai tenaga kesehatan profesional menggambarkan nilai altruisme dengan bersikap peduli pada kesejahteraan pasien. Gambaran nilai altruisme juga dapat terlihat pada sikap perawat yang mengatur nilai pribadi selama perawatan, kesiapan perawat untuk mengatasi emosi pasien, kemampuan perawat untuk mengenali kebutuhan pasien dan kemampuan diri, serta peran perawat sebagai advokat pasien.
Kata Kunci: Aborsi, Altruisme, Pasien Remaja, PerawatÂ
Perawatan yang diberikan perawat dan dokter dinilai buruk oleh pasien remaja yang menjalani prosedur aborsi. Berdasarkan wawancara pada wanita Amerika Serikat yang melakukan aborsi saat remaja, diketahui bahwa perawatannya terasa seperti rutinitas dan tidak ada kepedulian di dalamnya  (Kirkpatrick et al., 2024). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa terdapat sikap perawat yang tidak sesuai dengan nilai profesional, yaitu altruisme. Altruisme sendiri berarti sikap peduli pada kesejahteraan orang lain (Berman et al., 2022). Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas gambaran altruisme yang harus dimiliki perawat saat mendampingi aborsi pasien remaja dalam bentuk pengaturan nilai pribadi, kesiapan perawat untuk mengatasi emosi pasien, kemampuan perawat untuk mengenali kebutuhan pasien dan kemampuan diri, serta peran perawat sebagai advokat pasien.
Perawat yang peduli pada pasien mengatur nilai pribadi miliknya agar tidak memengaruhi proses perawatan. Perawat berusaha memahami sudut pandang, kepercayaan, dan budaya pasien (Berman et al., 2022). Perawat yang memprioritaskan nilai pribadinya dapat kehilangan kesempatan untuk membangun hubungan baik dengan pasien selama proses perawatan (Strefling et al., 2015). Selain itu, pasien remaja memiliki situasi kompleks saat berhadapan dengan aborsi. Pasien remaja menjadi sensitif pada orang yang menghakimi, sehingga mereka lebih menghargai komunikasi yang tidak menghakimi dan suportif (Kirkpatrick et al., 2024). Selain pengaturan nilai pribadi, perawat yang peduli juga memiliki kesiapan untuk menghadapi emosi pasien.
 Kesiapan ini berasal dari kemampuan perawat untuk mengatur emosi diri. Perawat perlu menjadi fleksibel atau siap dengan perubahan emosi pasien (McLemore et al., 2015). Ketepatan sikap perawat akan berdampak pada perasaan pasien. Sebelum menjalani prosedur aborsi, pasien remaja memiliki rasa takut dan hal ini dapat berkurang dengan keterbukaan perawat untuk memberikan informasi aborsi (Kirkpatrick et al., 2024). Selanjutnya, saat pasien remaja telah melewati prosedur aborsi, dirinya akan menjadi rentan secara psikologis (Suryani et al., 2021). Demi mengatasi situasi ini, perawat fokus untuk mendukung kesehatan mental remaja dengan komunikasi yang terbuka (Tang et al., 2024). Gambaran kepedulian perawat juga tercermin pada kemampuan untuk mengenali kebutuhan pasien dan kemampuan diri.Â
Perawat menggunakan keterampilannya untuk mengenali kebutuhan pasien dan kemampuan diri dalam memfasilitasi kebutuhan pasien. Keterampilan ini meliputi kemampuan teknis dan kesadaran diri perawat (Mclemore et al., 2015). Contohnya kebutuhan akan kerahasiaan. Pasien remaja membutuhkan kerahasiaan selama proses janji temu klinis, termasuk dari orang tuanya (Kirkpatrick et al., 2024). Pada prosesnya, perawat perlu menawarkan sesi konseling atau pertemuan tanpa kehadiran orang tua (Association of Women’s Health, Obstetric, & Neonatal Nurses, 2017). Namun, jika pasien remaja ditemani oleh orang tua atau wali, perawat perlu membicarakan kerahasiaan ini dan mengangkat fokus pembicaraan pada hak-hak yang dimiliki pasien remaja (Association of Women’s Health, Obstetric, & Neonatal Nurses, 2017). Altruisme perawat juga terlihat pada perannya untuk menjaga hak pasien.Â
Perawat menjamin terpenuhinya hak-hak pasien melalui perannya sebagai advokat. Perawat memastikan pasien mendapatkan informasi yang cukup sebelum memberikan persetujuan tindakan (Berman et al., 2022). Hal ini juga berlaku untuk tindakan aborsi. Selama proses pengambilan keputusan, perawat memberikan informasi mengenai pro, kontra, serta efek dari tindakan (Ismail et al., 2018). Selain itu, perawat memperhatikan nilai atau kepercayaan yang dibawa pasien remaja, misalnya pada pasien yang beragama Islam. Segala bentuk tindakan pengambilan nyawa seperti aborsi dilarang dalam Islam (Ismail et al., 2018). Perawat dapat memberikan informasi tersebut kepada pasien selama proses diskusi. Pemberian informasi dilakukan secara hati-hati dan objektif, tanpa memperlihatkan sikap setuju atau tidak setuju terhadap keputusan pasien (Berman et al., 2022).
Altruisme perawat menempel pada segala tindakan perawat, termasuk saat perawat menghadapi aborsi pada pasien remaja. Perawat yang menerapkan nilai profesional altruisme tidak hanya berfokus untuk memberikan perawatan sesuai prosedur tetapi juga memberikan perawatan yang manusiawi. Pada prosesnya, perawat menghargai nilai yang dibawa pasien, mengatur kesiapan emosi diri, mengenali kebutuhan pasien dan kemampuan diri untuk merawat, serta menjadi advokat untuk pasien. Saat menghadapi situasi sulit seperti tindakan aborsi remaja, perawat disarankan untuk menerapkan nilai altruisme dengan mengatur nilai pribadi, mempersiapkan fleksibilitas emosi diri, mengenali atau sensitif pada kebutuhan pasien dan kemampuan diri, serta menjadi advokat bagi pasien remaja.
REFERENSI
Association of Women’s Health, Obstetric and Neonatal Nurses. (2017). Confidentiality in adolescent health care. Journal of Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing: JOGNN, 46(6), 889-890. https://doi.org/10.1016/j.jogn.2017.09.003.Â
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2022). Fundamentals of nursing: Concepts, process, and practice (11th ed.). Pearson Education.