Mohon tunggu...
John Laba
John Laba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya seorang pendidik yang memiliki keprihatinan istimewa dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kita Sedang Ikut Mengantre

17 Juli 2021   22:47 Diperbarui: 18 Juli 2021   00:36 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apakah anda pernah mengantri di bank, airport, stasiun bus dan kereta api? Bagaimana perasaan anda saat mengalaminya sendiri atau sambil memandang sesama yang sedang mengantri? Semuanya perlahan tapi pasti sampai ke garis kuning sebelum menunjukkan tiket antrian kepada petugas. Ada perasaan bahagia karena bisa ikut mengantri, ada perasaan kesal karena kelelahan saat berdiri apalagi antriannya panjang. Kita tidak bisa saling mendahului saat mengantri karena yang sudah mengantri akan mengomel bahkan melakukan kekerasan verbal dan kekerasan fisik kepada kita.

Sambil membayangkan antrian, saya teringat pada raja Daud. Dalam Mazmur ia mengatakan: "Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah Tuhan. Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem." (Mzm 122:1). Perkataan Raja Daud dalam Mazmur ini menambah ingatan saya akan kata 'mengantri'. Para peziarah yang pergi berziarah ke Yerusalem, mereka akan mengalami perkataan raja Daud ini: "Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem." Tinggal menunggu giliran untuk ikut masuk ke dalam kota Yerusalem dan mengalami kedamaian. Yerusalem berarti kota damai dan setiap orang mendambakan kedamaian abadi.

Pada pagi hari ini saya mendapat notifikasi facebook saya. Ternyata lima tahun yang lalu, kami merayakan pesta perak hidup membiara atau hidup berkaul sebagai Salesian (1991-2016). Sebenarnya kami merayakannya tanggal 13 Juni 2016 namun sebagai kolegialitas dalam satu provinsi Salesian, kami merayakannya bersama tanggal 17 Juli 2016. Kami bertiga sebagai jubilaris: P. Yustiniano de Sousa, SDB; P. Ilidio Correia, SDB dan saya sendiri P. John Laba, SDB. Kami berpose bersama dan P. Ilidio berdiri di tengah. Dan pada tahun yang lalu Tuhan mengambilnya dari Pater Yustiniano dan Saya. Saya mengatakan kepada Pater Yustin, wah yang ditengah sudah diambil Tuhan dan tinggal kita berdua. Sambil mengatakan itu, teringat apa yang selalu dikatakan Don Bosco kepada anak-anak muda di oratorium saat doa bersama: "Mari kita mendoakan salah seorang di antara kita yang akan meninggal terlebih dahulu". Perkataan Don Bosco ini mempertegas antrian, menunggu giliran untuk dikunjungi dan dijemput saudara maut.

Pada hari ini saya seperti sedang melihat antrian yang sudah sedang masuk ke dalam Yerusalem. Pagi hari ini saya mendengar berita kematian Ibu Emilia Rina. Pada siang hari di WAG disebutkan nama orang-orang yang saya kenal juga sudah masuk ke dalam kota Yerusalem. Pada sore hari saya mendengar kematian EYS selaku Bupati Kabupaten Lembata NTT.  Dan pada ibadat malam seorang rekan romo di komunitas menyampaikan berita kematian sepupunya. Dan saya menutup kegiatan saya dengan merayakan misa arwah tujuh hari seorang ibu. Sungguh hari ini saya menyaksikan antrian, laksana di gerbang Yerusalem dan ada yang perlahan-lahan masuk dan mengalami kedamaian. Mereka mengalami kebakaan yang dijanjikan Tuhan. Hampir sepuluh orang yang hari ini saya dengar mereka berarak masuk ke dalam kota Yerusalem.

Saya teringat pada Santo Petrus. Dia menulis dalam suratnya: "Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya." (1Ptr 5:10). Saya memaknai tulisan santo Petrus ini dalam konteks spiritualitas kematian yang bahagia. Allah sumber segala karunia memanggil anda dan saya, juga mereka yang sudah beralih dari gerbang Yerusalem kepada kemuliaan Kristus yang kekal. Dialah yang melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengkokohkan kita setelah menderita dan beralih dari dunia ini.

Kita sedang mengantri di depan gerbang Yerusalem, tinggal menunggu saat yang tepat untuk masuk dan mengalami kota damai. Dan Tuhanlah yang akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengkokohkan kita. Apakah anda mau keluar dari antrian? Ingat, masuk ke dalam Yerusalem adalah kepastian! Saudara maut akan datang juga. Tulisan ini tentu bukan untuk menakutkanmu, tetapi membuatmu merenung dalam antrian supaya merasakan keindahan dari kematian fisik itu sendiri ketika beralih dan masuk ke dalam kota Yerusalem, kota damai harapan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun