Mohon tunggu...
Hani Anggraeni
Hani Anggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Mahasiswi Ilmu Hukum angkatan 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KKN GIAT 9: Kegiatan Pattidana dan Nyadran di Desa Kenteng Sususkan

7 Juli 2024   17:27 Diperbarui: 7 Juli 2024   17:28 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kegiatan Pattidana dan Nyandran di Makam Kalipucung "Merawat Tradisi Luhur Berbakti pada Leluhur"
Pada tanggal 29 Juni 2024 sekitar pukul 08.00 kami tim KKN Unnes Giat 9 Desa Kenteng melakukan kegoiatan Nyadran atau Pattidanan. Untuk melakukan kegiatan mengharagi para leluhur agama Budha. Di desa kenteng tidak mayoritas agama islam, akan tetapi terdapat beberapa agama seperti budha, Kristen, dan islam. Tempat ibadah didesa kenteng juga terdapat beberapa vihara untuk umat budha sembahyang. Kegiatan Pattidanna  adalah praktik dalam agama Buddha, khususnya dalam tradisi Theravada, yang berarti "memberikan persembahan" atau "memberikan jasa". Praktik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan pahala atau jasa (merit) yang kemudian dipersembahkan kepada arwah leluhur yang telah meninggal dunia. Kegiatan pattidanan ada beberapa elemen seperti umat budha melakukan persembahan makanan dan Barang kepada biksu barang-barang yang diberikan bisa berupa makanan, pakaian, akan tetapi untuk kegiataan pattidanan lebih banyak persembahan makanan yang akan dimakan setelah kegiatan pattidanan selesai. Sebelum melakukan sesuguhan makanan, para umat budha melakukan upacara religius yang melibatkan doa, pembacaan paritta (mantra atau sutra Buddhis) dan melaukan mediasi. Tujuan dari kegiatan pattidana yakni untuk menambah karma baik bagi yang memberikan persembahan serta membantu arwah leluhur mencapai kedaiaman atau reinkarnasi yang lebih baik.


Nyadran dalam konteks Buddhis di Indonesia adalah adaptasi dari tradisi Jawa yang melibatkan pembersihan dan ziarah ke makam leluhur, disertai dengan doa dan ritual keagamaan. Meskipun Nyadran lebih dikenal dalam konteks budaya Islam Jawa, komunitas Buddhis di Jawa juga mengadopsi praktik ini. Berikut adalah beberapa faktor penting dari Nyadran:

1. Pembersihan Makam: Kegiatan ini dimulai dengan pembersihan makam leluhur, termasuk membersihkan area sekitar makam, menata bunga, dan memperbaiki batu nisan jika diperlukan.

2. Persembahan dan Doa: Setelah pembersihan, dilakukan persembahan bunga, makanan, dan doa untuk para leluhur. Doa dan mantra Buddhis dibacakan untuk mendoakan kedamaian arwah leluhur.

3. Komunitas dan Keluarga: Nyadran biasanya melibatkan seluruh keluarga besar dan bahkan komunitas, yang berkumpul untuk memperingati leluhur bersama-sama. Kegiatan ini memperkuat ikatan sosial dan kekeluargaan.

4. Waktu pelaksanaan: Nyadran biasanya dilakukan menjelang hari raya Waisak, namun dalam beberapa komunitas bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang dianggap penting.

Kedua praktik ini menunjukkan bagaimana komunitas Buddhis di Indonesia menghormati dan menghargai leluhur mereka, serta mencerminkan nilai-nilai Buddhis tentang karma, penghormatan kepada orang tua, dan upaya untuk mencapai kedamaian spiritual.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun