Mohon tunggu...
Hani La Shifa
Hani La Shifa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Secangkir mendung di bawah langit teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apa Benar Kita Sudah Selesai?

6 Desember 2020   09:49 Diperbarui: 6 Desember 2020   09:52 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Katanya, kita sudah selesai dari sudut pandang manapun kisah ini dibaca. Tadinya aku ingin menambah bagian baru dalam kisahnya, namun serasa cukup. Toh hanya pertemuan singkat yang tak layak dikenang. Apa perlu aku menghapus seribu dua ratus sembilan puluh lima halaman yang tidak melibatkan kamu di dalamnya, dan kuganti dengan marka bintang atau tanda strip lalu kubuat alinea baru tertanda 'sekian tahun kemudian' saat kamu kembali? 

Katanya cerita kita sudah selesai, tapi nyatanya pertemuan kali ini spesial aku buatkan satu bait tentangmu. Kalau memang sudah selesai, bukankah sangat tidak perlu menuliskan apa apa yang berbau kamu? Aku tidak tau, ini sudah berjalan dan aku tetap saja menulismu. Seakan-akan kamu adalah topik menyenangkan yang selalu ditunggu-tunggu.

Sebenarnya tidak ada cerita apapun dalam pertemuan itu. Hanya pada saat itu kamu datang ke sebuah perpustakaan tempatku bekerja, kamu hendak menanyakan sebuah buku tentang Start Up Management dan di situlah kita bertatap. Situasi yang memaksa kita menggunakan masker membuatku sempat tidak mengira itu kamu, apalagi kini rambut kamu dibiarkan gondrong berantakan. Tapi mata itu tidak pernah berubah. Mata yang sempat juga masuk dalam tulisanku sebelumnya. Dan setelah sepersekian detik kelu, aku tau itu kamu.

Masih dalam kekacauan di kepalaku yang kamu buat tanpa ngapa-ngapain, aku segera menenggelamkan diri di balik komputer untuk mencari buku yang kamu maksud, dan memberitahu letak buku itu padamu setelah menemukannya. Setelah memandangku sekali lagi dengan tatapan bingung bernada 'ini dia apa bukan ya?', kamu lalu pergi menuju rak yang kutunjukan. 

Alur cerita ini seakan udah ketebak sekian lama sebelum pertemuan ini. Bahwa masing-masing dari kita pasti akan jadi pura-pura tidak mengenal saat bertemu. Aku sedikit menyesali tindakanku yang sedikit bodoh dan tidak terarah ini. Sekacau itu aku melihatmu kembali.  Sebenernya kita bisa saja saling menyapa, sekedar tanya kabar misalnya.

Tuh kan, serba serbi tentangmu nyatanya masih jadi candu untuk bahan tulisanku yang rumpang ini. Sudah ya, aku tidak ingin namamu jadi top trending di kepalaku untuk beberapa hari atau minggu ke depan. Aku sudah diam cukup lama dan kamu pun sudah melangkah terlalu jauh, jadi cukup saja. Terima kasih sudah berkunjung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun