Â
      Semakin canggihnya teknologi, seperti melebarnya perindustrian, membuat keadaan bumi semakin tidak berkualitas untuk ditinggali. Dari data Climate Action Tracker (2024), Indonesia masih berada diperingkat paling bawah sebelum Cina, yaitu dinyatakan Critical Insufficietnt atau tidak cukup secara kritis yang dikarenakan batubara yang masih menimbulkan masalah besar pada iklim di Indonesia. Indonesia sendiri memiliki rencana untuk membatasi pasokan listrik melalui jaringan pipa besar tenaga pembangkit listrik batu bara. Climate Action Tracker (2024) menilai Indonesia tidak menonjolkan tindakan hingga konsisten dalam Perjanjian Paris yakni net zero emission.
      Sedang, Negara Cina sendiri, dari peringkat Climate Action Tracker (2024) dinyatakan masih dalam label Highly Insufficient atau masih sangat tidak cukup. Emisi Cina pernah turun saat COVID-19 terjadi, yaitu sebesar 0,2%. Cina sendiri memiliki target intensitas karbonnya selama limatahun ke depan yaitu 2025-2030. Padahal kenyataannya penggunaan energi mereka dalam permintaan yang tinggi yang berarti mereka masih belum mampu mengurangi bahan bakar fosil secara besar ke bumi. Climate Action Tracker (2024) juga menilai Cina pada tingkat emisi lebih tinggi dari komitmen Nationally Determined Contribution (NDC), meskipun begitu CAT yakin Cina akan mencapai targetnya lebih awal apaila mereka meluaskan Pembangkit listrik tenaga angin dan surya.
      Kemajuan pengurangan emisi hingga target-target pada masing negara adalah hal yang penting, meskipun keduanya terdapat perbedaan yang signifikan secara pengurangan emisi. Penilaian kemajuan keduanya berbeda berdasarkan target, sumber daya hingga teknologi yang dilakukan. Emisi karbon yang tinggi dalam suatu negara menurut Amato dan Akdis (2020) dalam penelitiannya menimbulkan efek rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan adanya cuaca ekstrem dan bencana-bencana alam yang tidak diinginkan. Pengurangan dari target sebuah negara diperlukan, karena jika keseluruhan negara melakukannya akan menimbulkan dampak yang baik pula untuk bumi.
      Perbedaan penilaian Climate Action Tracker (2024) yang berbeda antar kedua negara tersebut, tidak semestinya memberhentikan kemajuan dari target-target yang ditetapkan. Justru sebuah negara harus memanfaatkannya dan memaksimalkan kondisi-kondisi dalam negaranya dari segala bidang hingga keduanya mampu untuk naik peringkat kompatibel pada Climate Action Tracker.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H