Apabila saya menonton televisi kita yang banyak aneka-ragam pemancarnya itu, tiadalah saya mendapat sesuatu manfaat daripadanya, melainkan kepala pusing. Pada masa dahulu kala terdapatlah petuah dari orang-orang cerdik-pandai bahwa berita itu ialah suatu kebutuhan hidup. Dari radio atau surat kabar. Dikatakan oleh mereka itu berita adalah jendela dunia. Tanpa mendapat berita maka kita sama saja dengan katak di bawah tempurung tertelungkup.
Tapi sekarang, berita tak ada putus-habisnya. Apabila kita terus mengikuti berita maka akan kacaulah kehidupan kita. Tiada sempat bekerja lagi mencari nafkah melainkan hanya mengikuti berita. Tambahan pula nona-nona cantik yang membacakan berita itu selalu berkata jangan beranjak dulu, masih ada berita penting sebentar lagi.... begitu terus, dari pagi sampai siang, sampai malam lagi.
Berita itu pula bermacam-macam adanya. Ada yang berisi syak-wasangka, ada pula yang tidak jelas sumbernya, dan lain sebagainya. Pada hemat saya sedikit sekali dari berita itu yang boleh kita ambil kemanfaataannya dalam kehidupan kita. Artinya tak ada sesuatu yang mengajak masyarakat umum untuk bekerja produksi. Selebihnya pula banyak yang isinya bergunjing.
Jadi pada kesimpulannya adalah bahwa berita itu memanglah perlu. Tapi terlalu banyak berita menjadi tak baik juga hasil akibatnya. Ikutilah berita sedikit saja, melainkan yang perlu-perlu bagi azas kehidupan kita. Selebihnya, lebih baik kita tinggalkan mereka. Lebih mulia apabila kita perbanyak bekerja, berladang, berdagang atau mencari ikan di sungai. Ada hasilnya, yaitu tambahan protein bagi anak-keluarga kita.
Bukankah begitu, saudara-saudara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H