Mohon tunggu...
Muhammad Farhan Alfurqoon
Muhammad Farhan Alfurqoon Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Hi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peer Teaching, Strategi Tepat bagi Mahasiswa Guna Menyongsong SDGs-4 Pendidikan Berkualitas

3 Oktober 2021   13:30 Diperbarui: 3 Oktober 2021   13:37 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Leave no one behind, demikian janji dari program Sustainable Development Goals (SDGs) untuk tahun 2030 yang akan datang. Menurut Badan Pembangunan Nasional (Bappenas), SDGs adalah pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, pembangunan yang menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, pembangunan yang menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya. 

SDGs berprinsip Universal, Integrasi dan Inklusif, untuk meyakinkan bahwa tidak ada satupun yang tertinggal. Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 70 negara. 

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi terendah bersama Filipina. Pencapaian kualitas pembelajaran Indonesia diperparah lagi dengan datangnya pandemi COVID-19. Pembelajaran dalam jaringan (daring) yang diterapkan sebagai solusi pendidikan di era pandemi tidaklah seefektif pembelajaran tatap muka. Di saat pembelajaran dilakukan dari jauh, banyak mahasiswa yang sulit memahami apa yang disampaikan oleh Bapak/Ibu Dosen sehingga mereka merasa tertinggal dalam hal pendidikan. Semua ini berkaitan dengan poin SDGs keempat, yaitu Pendidikan Berkualitas. Peran mahasiswa pun diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini, salah satunya melalui strategi pendidikan Peer Teaching.

Leave no one behind, demikian janji dari program Sustainable Development Goals (SDGs) untuk tahun 2030 yang akan datang. Orang-orang merasa tertinggal ketika mereka kekurangan pilihan dan kesempatan untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari kemajuan pembangunan. Semua orang yang hidup dalam kemiskinan baik dalam aspek apapun dapat dianggap sebagai  'mereka yang tertinggal'. Oleh karena itulah pemerintah menggalakkan program SDGs ini di Indonesia.

SDGs merupakan komitmen global dan nasional dalam upaya untuk menyejahterakan masyarakat mencakup 17 tujuan yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Begitu banyak sektor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan seluruh warga negara dalam upaya pemenuhan SDGs. Satu dari banyak ketertinggalan di Indonesia yang sangat berpengaruh dalam perkembangan generasi penerus bangsa adalah poin keempat, yaitu Pendidikan Berkualitas.

Boleh dikatakan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah. Termuat dalam Programme for International Student Assesment (PISA) 2019, Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 70 negara, peringkat yang sangat buruk karena Indonesia berada di jajaran 10 terbawah. Bahkan Indonesia hanya lebih baik dari Filipina di negara-negara kawasan Asia Tenggara. Transisi tiba-tiba ke pembelajaran daring sebagai imbas dari pandemi COVID-19 mungkin juga memperparah rendahnya pencapaian kualitas pendidikan itu.

Pandemi COVID-19 memiliki dampak yang cukup besar di ranah pendidikan, termasuk di dalamnya ranah perguruan tinggi. Di saat pembelajaran dilakukan dari jarak jauh, banyak mahasiswa yang sulit memahami apa yang disampaikan oleh Bapak/Ibu Dosen sehingga mereka merasa tertinggal dalam hal pendidikan. Mengapa demikian?

Pertama, fasilitas pendukung pembelajaran daring yang kurang memadai. Tidak semua mahasiswa berasal dari keluarga mampu, banyak juga di antara mereka yang tidak memiliki wifi di rumahnya. Pemerintah telah memberikan solusi atas masalah ini dengan adanya kuota bantuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Masalahnya, apakah jaringan internet tersebut sudah mencakup daerah-daerah yang terpelosok?  Kita ambil contoh Rudi Salam, seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) yang kesusahan mencari sinyal internet. Demi mengirim tugas kuliah ia rela mempertaruhkan nyawanya memanjat menara masjid. Namun naas, ia terjatuh dari atas menara dan tewas seketika.

Kejadian Rudi Salam, mahasiswa yang tewas karena mencari sinyal internet bukan kali pertamanya terjadi. Sebelumnya seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar jurusan PGSD tewas akibat kecelakaan lalu lintas saat mencari tempat yang jaringan internetnya bagus untuk kuliah daring. Hal ini menunjukkan betapa krusialnya jaringan internet bagi mahasiswa apabila pembelajaran daring masih terus diberlakukan.

Dari kejadian-kejadian tersebut baik pihak pemerintah maupun universitas seharusnya memahami dan menjadikannya sebagai pelajaran agar tidak ada Rudi Salam yang lain. Mungkin bisa lebih diperhatikan lagi siapa-siapa saja di antara peserta didiknya yang terkendala jaringan. Terlebih lagi mereka yang rumahnya sulit dijangkau oleh jaringan internet seluler.

Kedua, kesenggangan antarmahasiswa. Hubungan yang terbentuk antarmahasiswa pada kondisi daring tidak begitu erat dibandingkan mereka yang sudah sering bertemu secara langsung. Pada kondisi daring, ketika seorang mahasiswa merasa kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh Bapak/Ibu Dosen, ia cenderung diam dan menanggung ketidakpahaman itu seorang diri. Ia merasa enggan untuk bertanya kepada teman yang secara notabene belum kenal akrab dengannya. Kesenggangan ini tentu menghambat perkembangan mahasiswa, hingga pada akhirnya selalu ada mahasiswa yang tertinggal. Lantas langkah apakah yang dapat diambil oleh sesama mahasiswa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun