Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajakku yang Hidup

9 September 2014   10:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:14 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sajakku adalah kaki-kaki yang timpang di jalan datar.
Sajakku adalah persoalan yang bising dan tak karuan.
Sajakku buta, sajakku tuli, sajakku cacat tak punya arti.

Sajakku tak punya susunan kata yang baik dan makna pilihan yang bijak.
Sajakku mengalir seperti air, seperti banjir, seperti tsunami
dan kamu tahu artinya itu sama saja dengan bencana.
Aku jarang berfikir untuk menulis sajakku hingga sajakku terlihat ketar-ketir.
Tak bagus, tak pula sedap di bacakan di tengah kerumunan.

Sajakku sering kali terbang hingga jauh dan lupa waktu pulang.
Sajakku sering kali berjinah di tengah malam atau subuh saat orang-orang sujud tahajud.
Sajakku sering kali terlempar ke dalam selokan yang kotor dan bau limbah.
Namun sajakku adalah masa-masa kelam yang hitam
penuh kebimbangan, candu dan kesesatan.
Sajakku adalah cerminan buta hidup dan kehidupanku.

Aku terkadang bosan dengan sajak-sajakku.
Aku bahkan jijik membaca ulang sajak-sajakku.
Sebab aku sadar sajakku adalah kalimat pemberontakan yang sok sebagai pahlawan
di tengah himpitan kehidupan, sok sosial, sok perduli dengan sesama bangsa dan kawan.
Padahal aku sendiri tidak begitu, aku hanya pembohong yang penuh kemunafikkan
Sajakku sering kali menjadi para perindu sejati yang selalu mengelu-elukan perempuan, kasih sayang, cinta, rindu, senja dan rembulan.
Padahal aku sendiri adalah pecundang culas.
Yang takut dengan gelombang yang takut dengan hutan.

Aku muak dengan sajak-sajakku.
Aku benci, aku benci.
Namun aku tak pandai bernyanyi, aku pula tak pandai melukis.
Maka selain bersajak aku tak bisa apa-apa.
meski sajakku hanya seperti umur jagung.
Tak masak dan tak ranum.

Dan bila aku sendiri dan dalam sepi hati aku pun ya menulis sajak,
bukan melukis atau bernyanyi.
Dan terkadang ketika letih dan penat tubuh sajak-sajak yang aku tuliskan hidup
lalu mengajakku untuk tidur dan istirahat.

Sajakku berkata :
" Selamat pagi kawan, terima kasih telah menuliskan hidupmu dalam bentuk sajak".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun