Mohon tunggu...
Handy Pranowo
Handy Pranowo Mohon Tunggu... Lainnya - Love for All Hatred for None

Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Romantisme Kucing Jantan

24 Maret 2015   01:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:11 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Meong meong meong.
Ku panggil dirimu dari atas loteng di malam kelabu tanpa rembulan.
Di saat orang-orang terlelap mendengkur memeluk bantal.
Dari jauh aku mencium wangi tubuhmu betina, perawan dan di incar.
Dan aku penguasa tunggal dari tiap sudut gang yang renyah bau comberan.

Meong meong meong.
Di mana kamu wahai betina loreng dengan bulu-bulu halus di tubuhmu.
Malam ini kamu bukan lagi milik majikanmu.
Janganlah pura-pura tertidur keluarlah lewat pintu belakang.
Di sana aku menunggumu.
Taringku telah terasah, kuku-kukuku tajam membinasakan lawan.
Tak ada yang berani lagi kepadaku dan malam ini aku butuh kehangatan di atas pundakmu.

Meong meong meong.
Tak bisakah kau dengar suara geram jantanku.
Telah ku robek perut musuhku dengan cakarku dan ia lari tunggang langgang karena ku tahu ia juga mengincarmu.
Keluarlah dan jangan takut kepadaku sebab hanya kepada musuh aku beringas tetapi tidak kepadamu.
Aku lembut tetapi mungkin sedikit gigitan manis di lehermu tak akan membuat bulu halusmu jatuh.
Kamu pasti akan sedikit mengerang tetapi ketahuilah itu sangat menakjubkan.

Meong meong meong.
Mari manis ku usap buntutmu yang panjang.
Simpan cakar dan taringmu sebab aku tak akan memulai dengan perkelahian.
Kamu milikku di dalam ranjang gang sepi dingin dan remang.
Tak ada orang tenang saja kita tak akan mengganggu tidur mereka.
Tak ada orang tenang saja kita tidak akan di geledah karena berbuat sembarangan.
Meong meong meong.
Mari manis ku tahu dirimu betina perawan sebab jalanmu yang lemah gemulai.
Mari manis majikanmu pasti ingin anak darimu bisa di jual atau di peranakan.

Maka selagi kamu lengah dan gairahmu bertambah. Aku sergap tubuhmu dengan kaki depanku, aku gigit lehermu seketika dengan geram, gemas dan bergelora.
Kuda-kuda kaki belakangku menerjang.
Memasuki ruang hasrat kehidupan.
Matamu terkatup entah apa yang kau rasakan kamu pun mengerang.
Kamu menyerah dengan damai, berontak dari gigitan leher dan kuda-kuda kaki belakang.

Maka selagi kamu berguling-gulingan di atas aspal, terlentang dan lemah terkulai.
Aku jilati jimatku semata wayang.
Sekali lagi aku tatap matamu betina, nanar, redup dalam pandang.
Gairah lepas hasrat hidup tuk berkembang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun