Aku bertemu Munir di jalan, di kota Den Haag.
Dia berdiri tegak, tersenyum sambil melambaikan tangan.
Senyuman khas dari bibir pejuang penegak HAM itu sontak membuatku teringat
Betapa perjuangannya tak kenal lelah menegakkan hak asasi manusia di tanah kelahirannya.
Aku bertemu Munir di jalan, di kota Den Haag.
Dia berdiri tegak, tangannya mengepal di atas kepala,
mulutnya berbicara tentang kasak kusuk beraroma busuk di negerinya
yang membuat ia tergerak melawan.
Ia tidak takut kepada penguasa yang serakah, ia tidak takut kepada jenderal yang zalim.
Ia sosok pahlawan bagi orang-orang yang di tindas sepihak.
Dia penasehat hukum bagi teman-temanku yang mati tertembak.
Munir sosok pemberani, mempunyai naluri berjuang yang tinggi meski di hantam kanan dan kiri.
Ia berkeyakinan penuh, mempunyai prinsip yang di pegang teguh,
mengalir di dalam tubuh dan urat-urat nadinya.
Bahwa kebenaran harus di bela, keadilan harus di tegakkan
dan suara-suara kritis demi kemajuan bangsa tak boleh di bungkam.
Aku bertemu Munir di jalan di kota Den Haag.
Dia berdiri tegak, matanya menatap tajam namun penuh kelembutan di dalam.
Mulutnya berbicara tentang kematiannya yang di rekayasa setelah itu ia diam.
Tetapi langit dan tanah kelahirannya terus menggemakan suaranya yang lantang.
Tirani harus di singkirkan, kesalahan harus di ungkap dan di pertanggung jawabkan,
keadilan mesti di tegakkan.
Kini giliranku melambaikan tangan untukmu namun perjuangan belum selesai,
jalan berkerikil mesti terus di lewati.
Selamat jalan Munir.
Namamu pantas untuk di ukir.
handypranowo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI