Waktu kian meranggas di musim hujan yang tak pernah tuntas. Jalan-jalan basah, diguyur resah demikian pula ranting dan dedaunan pada halaman depan rumah.
Aku duduk sendiri di muka rumah memandang ke arah matahari yang jatuh. Sekedar menantimu dari waktu ke waktu kapan lagi kau hadir dan mengecup rinduku.
Semakin kurus tubuhku semakin nampak bentuk tulang di pipiku. Ada yang bilang aku telah menjadi patung. Setelah puluhan tahun duduk membisu hingga semua orang penasaran dan menjengukku.
Mereka bertanya keheran-heranan kenapa yang telah pergi terus-terusan ditunggu, toh ia telah dikubur.Â
"Pergi sana cari wanita lain kalau susah offline cari saja yang online, kan banyak yang sexi dan menantang".
Aku tetap diam tak bergeming dalam penantian yang teramat panjang. Mereka tak tahu bagaimana cintanya telah membunuhku sejak pertama kali kenal. Matanya yang sejuk itu telah membasuh jiwaku yang haus rindu.
Dan ia tak pernah tergantikan oleh siapapun selain kesepian yang nanti akan menjemput ajalku.
Handy PranowoÂ
7 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H