Ayahnya yang supir angkot mati karena covid. Setahun kemudian ibunya jatuh sakit terdiagnosa kanker di payudaranya.
Dan sampai umurnya menanjak 10 tahun ia masih terbata-bata berbicara.
Meskipun begitu ia tak pernah ragu atau malu bila bermain-main dengan teman-teman sebayanya.
Banyak yang bilang ia sedikit terbelakang susah melaju ke depan.Â
Itu artinya masa depan yang kelabu atau samar-samar.
Selama orang tuanya tak ada kakeknya yang mengurusi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Latif selalu diajak ke masjid, diajar sholat, diajar mengaji. Setiap hari tak lepas baju koko serta peci haji.
Tak pernah lepas pula dari genggaman tangan lelaki yang dikenal sebagai marbot yang jujur, yang bersih.
Latif begitu senang. Begitu gembira. Meskipun ia sering diganggu dan dicemooh anak-anak sebayanya.
Latif tetap tersenyum dan ia tak perduli soal itu.
Namun kebahagiaan itu tak berlangsung lama tak sampai ia menanjak remaja.