Ku lihat jam dinding di kamarku mati. Entah jam berapa matinya. Aku tidak tahu.
Bisa jadi kemarin malam saat hujan deras mengguyur keheningan tetapi yang pasti ia mati dengan tenang.
Tiga ekor cicak datang berkabung. Di dekat jam dinding laba-laba berselimut murung.Â
Seekor kecoa terbang berputar-putar lalu hinggap kepada mereka yang berkabung dan bertanya kepada cicak yang paling tua.Â
Apakah waktu masih berjalan?
Hening dalam kamar tak ada detik yang bersuara selain suara mataku yang sebentar berkedip.Â
Jam dinding tubuhnya biru. Wajahnya pucat penuh debu.Â
Kelopak matanya menyimpan sisa kekosongan waktu di jam subuh sebelum anak-anak sekolah bangun merapikan buku.
Sementara aku masih bertahan di usia yang semakin tenggelam. Sesekali khawatir dan bingung.
Di beberapa artikel kesehatan yang ku baca usia empat puluhan rentan akan serangan jantung.
Jam dindingku mati mendadak tanpa peringatan. Apakah aku akan juga begitu?