Kesepian itu semakin lama semakin bertumpuk di atas meja kamarku bahkan ia mulai menggerutu menyiksa kepala dan telingaku.
Menyiksa hari-hariku, menyiksa tidur malamku lalu dengan kuku-kukunya yang runcing penuh racun ia cabik-cabik jantung dan lambung, ia lumat serta habiskan darahku.Â
Bahkan kesepian itu tidak membagikan tempat bagiku untuk sekedar merebahkan penat bahkan kamar mandi pun penuh dengan kesepian, dingin dan ngilu di badan.
Kesepian bagai lendir, berbau amis dan ia mulai berceceran jatuh dari atas meja kamarku dari langit-langit yang groak penuh sarang laba-laba dari dinding kamar yang penuh coretan kata.
Kesepian menjelma apa saja yang ia mau.
Semut-semut hitam berbaris memanjang mencibir kesepian itu mereka menolak membawanya ke sarang. Mereka tak ingin merasakan kesepian.
Sebab kesepian adalah mahkluk buas yang tidak kasat mata kalaupun ia terlihat ia sangat menjijikkan bagai belatung di atas mayat korban pembunuhan yang tidak di kubur. Busuk.
Sial, kesepian itu memenuhi seluruh ruangan kamarku, hatiku, jiwaku berontak namun terlanjur terikat hingga tak tersisa kesepian itu memenuhi nafasku.
Kesepian menjelma apa saja yang ia mau.
Di atas kasur, di lantai marmer yang tidak pernah di sapu, di dalam kertas-kertas puisiku kesepian itu bersenandung penuh khidmat bagai tambur doa-doa tahajud.
Di depan jendela kaca ia juga menatapi senja yang muram atau bulan perak yang merintih kesakitan atas lolongan anjing-anjing liar.
Oh Tuhan, kesepian itu terus menetes hingga mengalir ke kolong tempat tidurku yang penuh tai kecoa, tai tikus.
Kesepian begitu menyukai tempat-tempat yang lembab dan pengap, tempat-tempat yang berbau penguk.
Kesepian mengundang kelabang, mengandung racun kalajengking, ular berkepala dua yang melilitkan resah gelisah di dalam kalbu.
Kesepian sudah pasti membunuh dan ia memang pembunuh, ia begitu ulung dan menjelma apa saja yang ia mau.Â
Lampu di kamar pun merasakan kesepian kepalanya menunduk matanya meredup lehernya menunggu di penggal.
Oh apabila kesepian adalah raja ia sudah pasti akan bertitah dan berkuasa semena-mena.
Kini kesepian itu telah membalut seluruh hidupku dan aku merasakan geliat belatung-belatung menggerogoti hingga ususku terburai, mataku berkunang-kunang.Â
Aku ambruk.
Kesepian itu tertawa terbahak-bahak dan Tuhan hanya duduk sambil menyeringai mulutnya penuh darah.
Handy Pranowo
13 April 2022
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H