Pelan-pelan bulan mengusir gerimis di jalan yang lengang.
Angin dan kabut berjatuhan dari dahan basah, mengeringkan jiwanya dari gelisah.
Di sana di jalan lengang itu kita pernah berciuman, lama dan panjang hingga nafas kita tak dapat lagi sembunyi dari kegelapan.
Dan daerah terlarang di tubuhmu aku pegang, rasanya dingin semerbak bunga mawar.
Telah kau cukur kehangatan, kau gunduli sampai ke akar. Seolah-olah segalanya harus di buang dan kau berpamitan selepas isya menjaring kelelawar.
Di jalan lengang ini masih ku dengar suara kita bergemuruh membekas di tembok-tembok berlumut yang penuh dengan coretan.
Ada namaku di situ, ada namamu pula bergelayut sendu tetapi kita lupa menuliskan nama anak-anak kita yang lahir sungsang dan bisu.
Lalu kita tergopoh-tergopoh memanggul dosa untuk di bawa pulang dan di kuburkan.
Di sini di jalan yang lengang ku lewati segala waktu dan masa yang lugu sambil mengingat wajahmu yang jatuh di mataku bersama gerimis terakhir yang membeku.
Handy Pranowo
12 April 2022