Beberapa waktu lalu ku sempatkan datang ke rumahmu, mengunjungi dirimu yang tua dan rabun.
Barangkali memang rasa rindu kepadamu juga tak tertahan, banyak kenangan tersimpan.
Namun rumah joglo itu sudah berubah menjadi tembok dan mempunyai balkon sempat aku bingung tetapi pohon srikaya yang masa kecilku sering ku petik buahnya ku kenali dan ia menatapku seperti mengingat wajahku yang dulu.
"Mari masuk, sepertinya kita pernah kenal dalam waktu yang lampau".
"Di dalam kenangan dan rindu menunggu, sepeda tua dan radio yang dulu kau kagumi masih ada meski berkarat dan penuh debu".
Sudah banyak yang berubah namun aromanya masih ku ingat melekat di paru-paru, seakan-akan hendak bercerita tentang masa-masa yang dulu.
Aku memilih duduk di sebuah kursi jati, ia nampak tenang dan penuh misteri, tiba-tiba aku seperti melihat ayahku berdiri di sudut rumah ini sedang menggendong anak kecil yang tengah menangis meronta, oh ternyata itu aku.
"Bagaimana Jakarta, makin macet ya, makin banjir ya".
Sementara ku dengarkan engkau berbicara dan angin membelaiku lewat jendela, halaman tidak lagi ada, pohon asam yang besar sudah di tebang didirikan rumah dan kost untuk di sewakan.