Naluriku tajam pada cintamu yang dalam.
Aku memilih kopi hitam buatanmu dengan sedikit cemilan yang kau buat semalam.
Dan percayalah cintaku tak akan pernah terbagi-bagi, janganlah engkau sangsi.
Duhai juwita permata hatiku.
Roda kehidupan terus berjalan dan mencintaimu tak membuatku banyak beralasan.
Cukup dengan senyum dan kesetiaanmu saat ku tinggalkan, bagiku itu cukup tidak berlebihan.
Bukankah engkau ku kenal saat kau menangis di sebuah halte pinggir jalan?.
Oh, gelisah kabut di remang-remang perempatan.
Nyala lampu dimku bagai sorot doamu untuk diriku seorang.
Ada banyak pilihan jalan namun hatiku telah tertambat pada dirimu sayang.
Dan katamu, "abang hati-hatilah di jalan, ingat adik seorang".