Di jalan menuju alun-alun Rangkasbitung langkahku menghitung seberapa jauh mendung telah berlalu.Â
Di sini, angkutan kota berjalan terhuyung menunggu penumpang yang tak kunjung sementara panas matahari menyengat.Â
Pohon-pohon rimbun lesu di telan murung.
Aku menjadi asing di kota ini seperti guguran daun yang jatuh di atas trotoar kering.
Di mana Saijah, di mana Adinda? Â Mereka ada di perpustakaan ucap seorang lelaki yang aku tanya di tengah perjalanan.
Lelaki itu duduk sendiri di bangku trotoar di sampingnya tergeletak buku Max Havelaar yang telah usang. Â Terlupakan, tak lagi terdengar kabar.
Oh tanah Lebak yang beradat masih ingatkah dirimu akan sejarah kelam.
Penderitaan rakyatmu di bawah kekuasaan aparat daerah yang sewenang-wenang.
Padahal tanah dan gunung-gunungmu subur, sawah-sawah terhampar luas membentang.
Namun cakar feodalisme rakus menghisap dan bebas berkeliaran.