Kau dendangkan nyanyian bagi puisiku yang sekarat.
Kau hempaskan ia ke tengah derasnya hujan berharap puisiku hanyut tenggelam.
Di antara kehampaan yang berkeringat, mata puisiku terjaga untuk waktu yang singkat.
Tak ada pintu jawaban yang terbuka selain gema di dalam batin yang sia-sia di tangkap.
Puisiku berontak membentur tiang-tiang kesepian yang luruh karena remang lampu jalan di singkap kabut pengkhianatan.
Seringkali hujan menderaskan air mata namun puisiku pasrah di lilit halilintar yang menjadikan ia gamang melangkah.
Puisiku adalah suara dari jelaga malam yang kotor menembus kepekaan cahaya bintang.
Menghimpun ribuang burung-burung malam untuk terus terbang mengabarkan duka dari batin yang terdalam.
Puisiku masih bernafas meski tak pernah menciptakan kehidupan ia pandai menyimpan kesedihan.
Handy Pranowo
18112021