Kota-kota besar yang pernah aku kunjungi menjadi bola waktu yang terus menggelinding pesat dan maju.
Mereka sering kali lupa pada hari atau pada jam-jam sibuk di saat orang-orang asyik bercumbu.
Sementara penjaja kue cubit di persimpangan jalan yang kerap kali di kerumuni lalat dan asap knalpot selalu bilang.
"Kota ini terbuat dari adonan tepung yang di panggang dalam terik matahari, selalu mengajak orang-orang untuk singgah dan sembunyi".
Aku terus menyusuri jalan-jalan yang dulu pernah ku lewati dari stasiun hingga alun-alun, mampir sebentar di toko roti sekedar bertanya, hari apa hari ini.
Selalu ada puisi yang aku cipta setiap kali singgah di sebuah kota sekedar mengingat nama jalan dan orang-orang yang ku jumpa.
Dan aku selalu mencatat nama sebuah hotel tempat ku menginap barangkali bila nanti ada yang tertinggal di sana entah rindu atau kenangan indah dapat mudah aku ingat dan mengambilnya kembali dalam waktu dekat.
Namun aku jarang sekali masuk ke sebuah museum atau tempat bersejarah bagiku di sana tidak apa-apa selain barang-barang antik dan peristiwa yang sudah banyak di rubah.
Aku lebih suka mendatangi rumah-rumah penduduk mengetuk pintu dan bertamu, mengatakan kepada mereka bahwa aku sedang berlibur.
Maka sebelum pulang aku sempatkan bertanya apakah di kota ini ada hari Minggu?
Karena di tempat tinggalku tidak ada, di kotaku tidak mengenal hari Minggu selalu Senin atau Rabu.
Kota-kota besar memang selalu sibuk hingga seringkali melupakan hari Minggu dan akan selalu begitu.
Kembali aku menyusuri jalan-jalan yang pernah aku lewati dari terminal bus hingga tempat para penjual bunga di mana pernah aku kenal satu wanita di sana.
Kelak bila nanti aku bertemu kembali dengannya aku ingin mengajaknya ke sebuah taman menceritakan kepadanya tentang kota-kota besar yang sibuk menelan waktu dan memakan usia.
Handy Pranowo
12092021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H